REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Erick Thohir, menegaskan komitmen Kementerian BUMN dalam mendukung pengembangan hilirisasi energi hijau di Indonesia.
Ia menyebut peresmian groundbreaking Ekosistem Industri Baterai Kendaraan Listrik Terintegrasi Konsorsium ANTAM–IBC–CBL di Kawasan Artha Industrial Hills (AIH), Kabupaten Karawang, Jawa Barat, Ahad (29/6), sebagai proyek hasil kerja sama antara Kementerian BUMN melalui PT Aneka Tambang Tbk (ANTAM), Indonesia Battery Corporation (IBC), serta konsorsium CATL, Brunp, dan Lygend (CBL).
“Presiden Prabowo Subianto terus mendorong agar BUMN mengambil peran strategis dalam hilirisasi industri, serta mendukung penuh transformasi menuju industri hijau, khususnya dalam industri baterai terintegrasi,” ujar Erick dalam keterangan di Jakarta, Senin (30/6/2025) lalu.
Erick menjelaskan, konsorsium BUMN yang berada di bawah naungan Danantara akan fokus pada pengelolaan investasi dan operasionalisasi berkesinambungan.
Kementerian BUMN, lanjutnya, akan terus menjalankan fungsi pengawasan dan penugasan pemerintah, berkolaborasi dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) serta Kementerian Perindustrian, sebagai bentuk nyata komitmen membangun kemandirian ekonomi melalui swasembada energi. “Indonesia tidak lagi sekadar menambang dan mengekspor bahan mentah, melainkan membangun industri bernilai tambah hingga produk akhir seperti baterai kendaraan listrik,” kata Erick.
Proyek ekosistem industri baterai kendaraan listrik terintegrasi merupakan bagian dari proyek strategis nasional (PSN) dengan nilai investasi sebesar 5,9 miliar dolar AS. Proyek ini akan menciptakan rantai nilai industri dalam negeri yang kuat, mulai dari penambangan nikel hingga produksi baterai berstandar global.
Ia menyebut, proyek pabrik baterai di Karawang tidak hanya akan memenuhi kebutuhan kendaraan listrik nasional, tetapi juga menargetkan ekspor baterai berkualitas tinggi ke pasar global. Di Karawang, pabrik sel baterai berkapasitas awal 6,9 GWh tengah dibangun dan akan dikembangkan hingga 15 GWh dalam lima tahun. Pabrik ini ditargetkan beroperasi pada 2026 guna melayani pasar kendaraan listrik dan sistem penyimpanan energi, baik domestik maupun ekspor.
Erick menegaskan, manfaat dari proyek strategis ini tidak hanya dirasakan sektor industri, tetapi juga masyarakat di sekitarnya. Salah satu dampaknya ialah penciptaan lapangan kerja dalam jumlah besar. “Kita berbicara tentang 8.000 tenaga kerja langsung dan ribuan lapangan kerja lain secara tidak langsung, termasuk dari sektor pendukung seperti katering dan transportasi,” ujarnya.
Lebih lanjut, Erick menyampaikan bahwa keterlibatan mitra global seperti CATL, Brunp, dan Lygend dalam pengembangan ekosistem baterai ini akan memperkuat posisi Indonesia dalam rantai pasok internasional.
Menurut Erick, proyek ini bersifat strategis dan akan menjadi lompatan besar dalam meningkatkan daya saing Indonesia di kancah global. Dengan terbangunnya ekosistem industri baterai kendaraan listrik ini, Erick berharap Indonesia tidak hanya mampu memenuhi kebutuhan domestik kendaraan listrik dan sistem penyimpanan energi, tetapi juga memperkuat posisi sebagai salah satu pusat produksi dan inovasi teknologi hijau di kawasan Asia dan dunia.