REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Chandra Asri Group, anak usaha Barito Pacific Group mendukung penyediaan energi bersih melalui pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) sebagai langkah nyata mewujudkan kota hijau berkelanjutan yang ramah lingkungan serta mendukung transisi energi nasional. Manajer Ekonomi Sirkular dan Kemitraan Chandra Asri Group Nicko Setyabudi mengatakan pihaknya memiliki fokus utama bisnis di sektor kimia, infrastruktur dan energi. Dalam konteks energi baru terbarukan (EBT), terdapat anak usaha Krakatau Chandra Energy di Cilegon.
“Di sana kami ingin menghadirkan listrik yg lebih hijau memakai solar panel,” kata Nicko dalam talkshow Green Collabs sebagaimana keterangan di Jakarta, Ahad (24/8/2025).
Menurutnya, transportasi berkelanjutan dan inklusif menjadi kebutuhan bersama, terlebih bagi kawasan perkotaan. Isu itu tak sebatas mewujudkan mobilitas yang rendah emisi tetapi juga menyediakan energi bersih.
"Sebagai bagian dari komitmen Grup Barito Pacific dalam mendukung transisi energi, anak usaha Barito Pacific, Chandra Asri Group, turut berperan dalam penyediaan energi bersih," ujarnya.
Dia menyebutkan salah satu pilar usaha Chandra Asri adalah sektor energi terbarukan, termasuk pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS). Ia mengungkapkan, Energi Baru Terbarukan (EBT) seperti panel surya akan menjadi tren di masa depan untuk pengadaan listrik yang lebih hijau mengingat selama ini masih ada ketergantungan terhadap bahan bakar fosil. “Listrik hijau ini akan jadi tren ke depan,” tuturnya.
Adapun, ketergantungan terhadap kendaraan pribadi berbahan bakar fosil menjadikan sektor transportasi sebagai salah satu penyumbang utama polusi udara di kawasan perkotaan.
Oleh karena itu, topik energi bersih menjadi bagian dari pembahasan dalam sesi bertajuk Mewujudkan Kota Hijau Melalui Transportasi Berkelanjutan dan Inklusif.
Direktur Operasional dan Keamanan PT Transjakarta Daud Joseph yang juga hadir sebagai pembicara mengatakan, Transjakarta berupaya mencapai target menyediakan sebanyak 300 bus listrik.
Daud mengatakan pihaknya ingin semua layanan angkutan umum yang disediakan tidak lagi mengeluarkan emisi. Oleh karena itu, pihaknya menargetkan semua bus yang beroperasi per 2030 adalah kendaraan listrik.
“Bus-bus kami semua akan beralih ke bus listrik. Sekarang, kami mengoperasikan 570 bus listrik dan akan bertambah terus 1.000 unit setiap tahun menjadi 10.000 unit pada 2030,” ujarnya.
Namun demikian, tantangan inklusivitas di dalam sistem transportasi di tanah air masih besar. Rilis Institute for Transportation & Development Policy (ITDP) pada Maret 2024 menyebutkan, warga Jabodetabek menempuh jarak rata-rata 10,5 km setiap hari untuk beraktivitas di Jakarta.
Pada saat yang sama, cakupan transportasi publik yang terintegrasi di Jabodetabek masih sangat timpang. Jakarta menjangkau 78 persen wilayahnya, sedangkan kota-kota satelit di Bodetabek baru menjangkau antara delapan hingga 29 persen.
Terbatasnya akses terhadap transportasi umum yang layak dan terjangkau memaksa banyak orang untuk terus bergantung pada kendaraan pribadi. Akibatnya, kemacetan semakin parah dan kesenjangan mobilitas kian melebar.
Menjawab tantangan semacam itu, Southeast Asia Director ITDP, Gonggomtua E. Sitanggang menilai penggunaan energi bersih merupakan kunci menuju transportasi ramah lingkungan dan inklusif. Penerapannya, imbuh dia, melalui penggunaan kendaraan listrik.
“Kalau ingin kota kita lebih compact maka yang dibutuhkan adalah sisa kendaraan (selain kendaraan umum) yang ada adalah kendaraan listrik,” tutur Gongomtua.
Dampak dari sistem transportasi yang tidak berkelanjutan ini langsung terasa dalam kehidupan masyarakat perkotaan baik dari segi kesehatan, kualitas lingkungan, hingga produktivitas.