Kamis 28 Aug 2025 16:53 WIB

Sawah yang Dulu Kering, Kini Panen Sepanjang Tahun Berkat Energi Surya

Energi surya juga dimanfaatkan untuk inovasi lain.

Rep: Lintar Satria/ Red: Satria K Yudha
Desa Kalijaran di Kecamatan Maos, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah, yang menjadi Desa Energi Berdikari binaan Pertamina.
Foto: Lintar Satria/Republika
Desa Kalijaran di Kecamatan Maos, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah, yang menjadi Desa Energi Berdikari binaan Pertamina.

REPUBLIKA.CO.ID, KALIJARAN — Desa Kalijaran di Kecamatan Maos, Kabupaten Cilacap, kini menjadi contoh bagaimana energi bersih bisa mendorong ketahanan pangan. Pemanfaatan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) mengubah lahan tadah hujan yang dulu hanya bisa ditanami saat musim hujan menjadi lahan produktif sepanjang tahun.

Program ini lahir dari inisiatif PT Kilang Pertamina Internasional (KPI) Refinery Unit IV Cilacap melalui Kalijaran Mapan. Fokusnya pada pemberdayaan petani, pemanfaatan energi terbarukan, teknologi pertanian modern, serta pengelolaan lahan berkelanjutan. Dampaknya langsung terasa bagi petani yang selama ini kesulitan menjaga produksi saat musim kemarau.

Baca Juga

“Sebelumnya kita punya sawah lahan tadah hujan. Yang tadinya kalau hujan bisa tanam. Tapi kalau saat musim kemarau, kita tak bisa tanam,” kata Ketua Gapoktan Margo Sugih Priyatno, Kamis (28/8/2025).

Petani sempat mencoba pompa air berbahan bakar minyak, namun biaya operasionalnya terlalu tinggi. “Pompa  sangat mahal. BBM-nya berapa, sekarang pertamax berapa, mahal banget. Bagi saya mahal. Di samping mahalnya itu, juga menimbulkan polusi,” ujar Priyatno.

Terobosan datang melalui pompa air tenaga surya. Panel surya portabel dipasang di dataran tinggi untuk menggerakkan pompa, sehingga pasokan air stabil. “Akhirnya kita sama Pertamina berpikir, bagaimana kita punya energi, tapi tidak ada polusi? Akhirnya ketemulah, yaitu pembangkit listrik tenaga surya,” jelas Priyatno.

Sejak itu, petani bisa menanam tanpa terikat musim. “Sekarang kondisinya kita bisa tanam kapan saja, bisa sekarang bebas. Mau tanam padi bisa, mau tanam hortikultura juga bisa,” katanya.

Produktivitas meningkat drastis. Beberapa jenis sayuran seperti kangkung dan pakcoy bisa dipanen setiap 25 hari.

“Kalau 12 bulan, kita tanam 10 bulan kan udah berapa? 10 kali panen kan, yang untungnya 1 bedeng Rp80.000. Sekarang kalau 1 tahun dengan adanya PLTS bisa Rp800.000. Meningkatkan produktivitas,” tutur Priyatno.

Energi surya juga dimanfaatkan untuk inovasi lain. Air yang dipompa ke reservoir tidak hanya untuk irigasi, tapi juga digunakan untuk budidaya ikan.

Saat musim hujan ketika kebutuhan pompa berkurang, listrik dari PLTS dialihkan untuk menggerakkan mesin selepan padi berbasis listrik, menggantikan mesin diesel yang boros dan berpolusi.

Proses perancangan mesin dilakukan lewat diskusi antara masyarakat dan Pertamina. “Dengan Pertamina, apa yang kita butuhkan masyarakat? Kita ada namanya forum group discussion. Di situ kita utamakan masyarakat butuh apa. Nanti Pertamina itu menjembatani kita semua,” ujarnya.

Mesin baru ini juga memberi peluang kesetaraan gender. “Biasanya yang menjalankan itu laki-laki. Sekarang kaum perempuan bisa tinggal pencet tombol udah jalan. Ibu-ibu, bapak-bapak bisa nyoba. Nenek-nenek pun bisa ,” tambahnya.

Dari 450 petani di wilayahnya, sebanyak 35 petani tadah hujan menjadi penerima manfaat pertama. Hasilnya memicu efek berantai dengan penyerapan tenaga kerja. “Alhamdulillah dengan 35 orang itu, kita bisa menyerap 90 buruh tani,” kata Priyatno.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement