REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA — Tanaman bambu yang selama ini identik dengan warisan budaya Nusantara, memiliki keunggulan ekologis yang luar biasa. Bambu mampu menyerap karbon dioksida 1–2 kali lebih tinggi dibandingkan pohon kayu. Kapabilitas ini membuat bambu menjadi tanaman dengan peran penting dalam mitigasi perubahan iklim.
Bambu juga berpotensi menjadi sumber energi terbarukan. Salah satu bentuk pemanfaatannya adalah melalui biochar yang memiliki banyak manfaat bagi lingkungan. Lebih luas lagi, pemanfaatan bambu di sektor energi ini juga membuka peluang investasi dan menciptakan lapangan kerja hijau berbasis sumber daya lokal. Meski potensinya besar, produktivitas bambu di Indonesia masih terbilang rendah.
Sebagian besar pasokan masih bergantung pada bambu alam, dengan hasil panen rata-rata hanya sekitar 2–6 ton per hektar. Kondisi ini menjadi tantangan yang perlu dijawab agar bambu bisa benar-benar dioptimalkan sebagai komoditas unggulan.
Direktur Mitigasi Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup Haruki Agustina menilai bambu dapat berperan penting dalam mendukung target iklim nasional.
“Target National Determined Contribution (NDC) Indonesia tahun 2030 adalah menurunkan emisi gas rumah kaca sebesar 31,89 persen secara mandiri. Bambu dapat berperan penting melalui kapasitasnya sebagai carbon sink, sekaligus memperkuat ketahanan ekosistem dan sosial di tingkat lokal,” kata Haruki dalam Forum Bumi bertema “Mendorong Arah Kebijakan Pelestarian dan Pemanfaatan Bambu sebagai Solusi untuk Ketahanan Ekosistem, Ekonomi, dan Sosial” Kamis (18/9/2025) lalu.
