REPUBLIKA.CO.ID, GOWA -- Penegak hukum kehutanan mengamankan seorang pelaku perdagangan satwa liar tanpa dokumen sah di Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan. Pihak berwenang menyita 48 ekor burung Junai Emas (Caloenas nicobarica) sebagai barang bukti.
Kasus ini berawal dari laporan masyarakat dan sebuah unggahan di media sosial yang menawarkan satwa liar di akun bisnis daring milik pelaku. Penegak hukum kemudian mengamankan terduga pelaku yang berinisial L beserta satwa yang dilindungi di kediamannya.
Dari pemeriksaan awal, L mengaku mendapatkan anakan burung dari rekan komunitas “Burung Langka” untuk dipelihara sampai dewasa sebelum dijual kembali melalui media sosial Facebook. Dalam satu tahun terakhir, pelaku mengakui telah menjual delapan ekor satwa dilindungi.
Dari alat bukti ponsel milik pelaku yang diperoleh, pihak berwenang menemukan unggahan penawaran satwa di akun media sosial milik pelaku. Keterangan saksi ahli dari Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Sulawesi Selatan (Sulsel) mengonfirmasi status burung tersebut termasuk dalam Appendix I CITES (Convention on International Trade in Endangered Species).
“Balai Penegak Hukum Kehutanan Wilayah Sulawesi tetap berkomitmen melakukan penegakan hukum kepada oknum pelaku yang menampung dan memperdagangkan satwa burung yang dilindungi–terutama jaringan/sindikat antar pulau. Ini akan terus kita tindak sesuai hukum yang berlaku,” kata Kepala Balai Penegak Hukum Kehutanan Wilayah Sulawesi Ali Bahri dalam pernyataannya, Rabu (24/9/2025).
Sementara itu, Direktur Jenderal Penegakan Hukum Kehutanan Dwi Januanto Nugroho mengatakan, kasus ini terungkap atas kerja sama antara lembaga lembaga penegak hukum dan dukungan masyarakat sebagai pengawas sukarela yang peduli terhadap kelestarian satwa-satwa dilindungi yang dimiliki oleh negara Indonesia. Ia menegaskan Kementerian Kehutanan berkomitmen memberantas kejahatan pidana kehutanan termasuk kejahatan peredaran tumbuhan dan satwa liar dilindungi.
"Satwa-satwa dilindungi ini memiliki nilai kekayan yang tak terhingga karena setiap kepunahan satu spesies saja merupakan kerugian besar bagi kekayaan keanekaragaman hayati Indonesia," kata Dwi.
Berdasarkan gelar perkara bersama Korwas PPNS Polda Sulsel, status L yang berusia 44 tahun ditingkatkan menjadi tersangka. Tersangka dijerat dengan Undang-Undang Republik Indonesia tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (KSDAE). Tersangka terancam dengan hukuman pidana paling lama 15 tahun dan denda maksimal Rp. 5 miliar.
Saat ini, tersangka ditahan di Direktorat Tahanan dan Barang Bukti (Dittahti) Polda Sulsel untuk proses penyidikan lebih lanjut. Seluruh satwa yang diamankan dititiprawatkan ke BBKSDA Sulsel untuk penanganan medis, perawatan, dan upaya rehabilitasi sesuai standar konservasi.