REPUBLIKA.CO.ID, BELEM -- Ribuan orang menggelar unjuk rasa di Kota Belem, Brasil, dalam pertunjukkan damai dan meriah. Mereka menuntut para pemimpin dunia yang sedang berkumpul di Pertemuan Perubahan Iklim PBB (COP30) untuk bertindak lebih banyak dalam melindungi bumi.
Para pengunjuk rasa menunjukkan rasa frustasi mereka pada pemerintah dan industri bahan bakar fosil. Tidak jauh dari aksi demonstrasi, para negosiator iklim merundingkan upaya untuk mewujudkan janji-janji menjadi tindakan nyata untuk menahan kenaikan suhu global dan memberi lebih banyak dukungan pada kelompok yang paling terdampak perubahan iklim.
Demonstran yang terdiri dari masyarakat adat, aktivis muda dan kelompok-kelompok masyarakat sipil, bernyanyi dan memainkan alat musik serta membentangkan spanduk protes di jalanan Belem dengan suhu yang mencapai 30 derajat Celsius.
Berdasarkan data Institut Meteorologi Brasil, kelembapan kota itu mendekati 35 derajat Celsius.
"Ini tempat untuk kita berpawai dan menyusun peta jalan apa yang perlu dilakukan di COP ini, beralih dari deforestasi dan penggunaan bahan bakar fosil," kata Menteri Lingkungan Brasil Marina Silva, Ahad (16/11/2025).
Aktivis masyarakat adat Cristiane Puyanawa menuntut perluasan hak hutan adat. "Tanah dan hutan kami bukan komoditas, hargai alam dan rakyat yang tinggal di dalam hutan," katanya.
COP30 sudah dilanda berbagai demonstrasi, termasuk upaya kelompok masyarakat adat untuk masuk ke venue yang memicu bentrokan kecil dengan petugas keamanan. Hari Ahad ini ditetapkan hari protes selama COP30 yang berlangsung selama dua pekan.
Venue dijaga ketat oleh petugas keamanan, termasuk polisi militer dengan perlengkapan anti huru-hara. Meski jalur pawai protes tidak melewati venue.
Para negosiator iklim berbagi kemajuan di pertemuan plenary sebelum mereka menyerahkan hasil perundingan mereka ke pertemuan antar menteri yang digelar untuk mengatasi tantangan politik yang masih tersisa.
"Menjelang pekan kedua, para negosiator perlu mengingat aksi iklim bukan tentang angka-angka abstrak atau target yang jauh. Ini tentang manusia, setiap pilihan yang kita buat hari inin menentukan masa depan kita," kata kepala ilmuwan di lembaga nirlaba The Nature Conservancy Katharine Hayhoe.