Rabu 20 Sep 2023 20:51 WIB

Pakar: Banyak Perusahaan Belum Optimal Kelola Lahan Gambut

Emisi karbon yang dikeluarkan ke atmosfer lebih banyak daripada yang diserap gambut.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Nora Azizah
Pengelolaan lahan gambut dinilai belum optimal sehingga emisi karbon yang dikeluarkan ke atmosfer lebih banyak dibandingkan yang diserap.
Foto: ANTARA/Makna Zaezar
Pengelolaan lahan gambut dinilai belum optimal sehingga emisi karbon yang dikeluarkan ke atmosfer lebih banyak dibandingkan yang diserap.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar Gambut dan Emisi GRK IPB University, Prof Supiandi Sabiham, mengatakan bahwa hingga kini masih banyak perusahaan yang belum optimal dalam mengelola lahan gambut. Akibatnya, emisi karbon yang dikeluarkan ke atmosfer lebih banyak dibandingkan yang diserap oleh gambut.

“Misalnya dari pengelolaan air, banyak yang belum maksimal, tapi itu masih bisa ditingkatkan. Harapan kami, tinggi muka tanah di lapangan yaitu kebun, bisa dipertahankan pada kondisi air di atas permukaan itu lembab,” kata Prof Supiandi saat diwawancarai usai talkshow di Festival LIKE, dikutip Rabu (20/9/2023).

Baca Juga

Ia menjelaskan, pengelolaan air menjadi faktor yang krusial untuk memastikan gambut tetap basah atau lembab. Dalam keadaan basah, gambut merupakan penyerap karbon yang sangat baik, yang dapat membantu mengurangi panas bumi dan krisis iklim.

Menurut Prof Supiandi, gambut yang basah ataupun lembab, dapat menyerap karbon sebanyak 60 hingga 80 persen. Kemudian, karbon yang diemisikan ke atmosfer pun akan sangat rendah sekitar 30 persen.

“Pada dasarnya, tanaman itu kan bisa menyerap lagi CO2. Jadi, tanaman yang diusahakan sudah bisa mengurangi emisi karena dia menyerap CO2,” jelas dia.

Pentingnya serapan dalam pengelolaan lahan gambut yang baik dan benar juga telah dibuktikan dalam studi kasus di perkebunan sawit pada April 2019- Juli 2020 oleh Prof Supiandi dan tim. Studi ini menemukan bahwa faktor emisi dari lahan gambut sangat rendah, asalkan serapannya optimal.

“Kami juga melihat bahwa jumlah yang diemisikan dari tanah dan yang diserap itu lebih besar yang diserap. Jadi, saya kira secara global perkebunan sawit mampu menyerap karbon sangat tinggi. Namun yang paling penting serapannya tadi,” jelas Prof Supiandi.

Untuk mendorong pengelolaan lahan gambut yang bertanggung jawab, ia menilai, pemerintah harus melakukan tindakan yang lebih gencar guna meningkatkan kinerja para pengusaha dalam memperbaiki gambutnya. Selain itu, kesadaran dari pengusaha itu sendiri tidak kalah penting.

"Lebih lanjut pemerintah, perusahaan dan peneliti bisa bekerja sama untuk mengelola lahan gambut yang baik dan benar," jelas dia. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement