REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Keuangan (Kemenkeu) berencana melakukan evaluasi terkait insentif fiskal eksplorasi panas bumi. Ini dilakukan karena hingga saat ini aturan tersebut belum menarik antusiasme para investor.
"Nanti kita evaluasi bareng-bareng saja seperti apa yang bisa mendorong investasinya dan bagi kita juga bisa untuk green energy dan ini bagus untuk climate change," kata Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Febrio Nathan Kacaribu di Indonesia International Geothermal Convention & Exhibition di Jakarta, Rabu (20/9/2023).
Ia mengatakan, evaluasi terkait insentif eksplorasi panas bumi akan dilakukan karena kebutuhan listrik berbasis energi baru terbarukan (EBT) semakin tinggi. Apalagi, kata dia, masih banyak potensi energi panas bumi Indonesia yang belum tereksplor. Menurut Febrio, saat ini pemerintah telah memberikan insentif berupa skema biaya pengembalian sekitar 50 sampai 100 persen untuk eksplorasi panas bumi government drilling.
"Ini nanti kita lihat kebutuhan yang optimal dan efektifnya seperti apa," kata dia.
Sebelumnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyatakan bahwa insentif eksplorasi panas bumi belum bisa menarik antusiasme para pelaku usaha.
"Ekplorasi insentif panas bumi pendanaanya sudah ada, tapi memang belum terlihat ada antusiasme dari pengusaha," ujar Direktur Jenderal EBTKE Kemen ESDM, Dadan Kusdiana.