Selasa 03 Oct 2023 20:12 WIB

Wah, Konsumsi Listrik Melatih ChatGPT Setara dengan 120 Rumah di AS dalam Satu Tahun

Dibutuhkan energi listrik sebesar 1.287 MWh untuk melatih model dasar ChatGPT.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Nora Azizah
Konsumsi energi listrik untuk melatih model dasar ChatGPT setara dengan yang dihabiskan 120 rumah tangga di AS dalam waktu satu tahun.
Foto: www.freepik.com
Konsumsi energi listrik untuk melatih model dasar ChatGPT setara dengan yang dihabiskan 120 rumah tangga di AS dalam waktu satu tahun.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pikirkan berapa banyak Anda menggunakan listrik setiap hari. Mulai dari menyalakan lampu, menggunakan pendingin ruangan, microwave, atau menyalakan TV untuk menonton film sebelum tidur. 

Tanpa disadari, penggunaan listrik rumah tangga sangatlah besar. Di akhir tahun ini, rata-rata rumah tangga di AS menggunakan sekitar 10,6 MWh listrik.

Baca Juga

Dan yang belum banyak orang tahu, perusahaan teknologi raksasa yang mengoperasikan salah satu chatbot, akan menggunakan lebih banyak energi daripada itu. Pasalnya, model-model ini membutuhkan banyak perangkat keras yang boros energi seperti GPU, yakni prosesor yang digunakan untuk melatih dan melakukan komputasi yang diperlukan untuk AI. Unit-unit ini membutuhkan banyak daya untuk beroperasi.

Meskipun perusahaan kecerdasan buatan seperti OpenAI dan Google merahasiakan berapa banyak energi yang digunakan oleh model mereka setiap harinya, beberapa peneliti memperkirakan bahwa untuk melatih model dasar ChatGPT, GPT-3, dibutuhkan energi sebesar 1.287 MWh. Jumlah tersebut setara dengan konsumsi energi lebih dari 120 rumah tangga di Amerika Serikat dalam satu tahun.

Seorang peneliti dari University of Washington memperkirakan bahwa permintaan di ChatGPT bertambah hingga sekitar 1.000 MWh setiap harinya, yang setara dengan penggunaan energi hampir 34 ribu rumah tangga setiap tahunnya. Dalam sebuah makalah yang diterbitkan di Journal of Machine Learning Research pada Juni 2023, para penulis juga memperkirakan bahwa pelatihan GPT-3 menghasilkan sekitar 500 metrik ton emisi karbon atau setara dengan mengendarai mobil sejauh satu juta mil (1,6 juta kilometer).

"Ini bukan hanya tentang konsumsi energi. Ini juga tentang ukuran model, berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk melatih, dan jenis perangkat keras yang digunakan,” kata salah satu peneliti dan anggota pendiri Climate Change AI, Sasha Luccioni, seperti dilansir The Daily Beast, Selasa (3/10/2023).

Mungkin karena itulah tidak terlalu mengejutkan jika perusahaan seperti OpenAI dan Microsoft mulai mencari cara-cara baru untuk mendukung proyek AI mereka saat ini dan di masa depan. Namun, metode tepat yang mereka jajaki mungkin akan membuat beberapa orang terheran-heran, yakni tenaga nuklir.

Pekan ini, Microsoft memposting lowongan pekerjaan untuk manajer program utama teknologi nuklir yang akan memimpin inisiatif proyek untuk semua aspek infrastruktur energi nuklir, di mana model AI dan infrastruktur cloud akan berada. Secara khusus, manajer proyek akan bertanggung jawab untuk mengimplementasikan kerangka kerja untuk reaktor modular kecil (SMR). Ini adalah reaktor nuklir yang dirancang untuk menjadi sebagian kecil dari ukuran reaktor pada umumnya.

Secara teori, hal ini akan membuat reaktor ini lebih mudah dan lebih murah untuk dibangun dan dikelola sekaligus menciptakan bentuk energi yang relatif lebih bersih. Meskipun Komisi Regulasi Nuklir AS telah menyetujui desain SMR pada awal tahun ini, teknologi ini belum benar-benar digunakan di lapangan.

Microsoft juga bukan satu-satunya perusahaan AI yang melakukannya. CEO OpenAI, Sam Altman, memiliki beberapa perusahaan yang sudah berpengalaman dalam hal energi alternatif, termasuk Oklo, startup energi nuklir yang dia ambil alih dengan nilai 500 miliar dolar AS pada Juli 2023, dan Helion Energy, startup fusi nuklir yang dia investasikan sebesar 375 juta dolar AS. Microsoft juga telah menandatangani kesepakatan untuk mulai membeli energi dari perusahaan yang terakhir ini pada tahun 2028.

Meskipun belum ada bukti jelas, tetapi perusahaan-perusahaan ini telah memberi isyarat bahwa mereka tahu berapa banyak energi dan sumber daya yang dibutuhkan untuk menjalankan model AI mereka. Untuk memastikan posisi terbaik mereka di masa depan, maka, mereka mulai bertaruh besar pada bentuk energi alternatif-meskipun mungkin sedikit kontroversial, seperti halnya tenaga nuklir.

"Energi nuklir benar-benar masih diperdebatkan dalam hal keberlanjutan. Nuklir tidak dapat diperbaharui. Ada juga masalah besar dalam menangani limbah nuklir. Jika Anda benar-benar ingin berkelanjutan atau bermanfaat bagi planet ini, Anda bisa berinvestasi besar-besaran pada tenaga surya atau angin,” jelas Luccioni.

Sementara itu, Luccioni menilai bahwa salah satu cara terbaik dan termudah untuk memastikan bahwa perusahaan dan perusahaan rintisan menggunakan energi seefisien mungkin adalah melalui transparansi. “Dengan mencatat dan melaporkan data konsumsi energi, hal ini memberikan gambaran yang jelas kepada pengguna dan regulator tentang model apa yang paling banyak menghabiskan energi dan apa yang harus dilakukan untuk mengatasinya,” kata Luccioni.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement