REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Managing Director Investment Danantara, Stefanus Ade, menegaskan komitmen perusahaannya untuk berinvestasi pada proyek waste-to-energy (WtE) sebagai solusi ganda: menjawab krisis sampah nasional dan menghasilkan energi bersih yang berkelanjutan.
Berbeda dari lembaga investasi lain yang semata mengejar keuntungan, Stefanus mengatakan Danantara memiliki dua mandat utama: memberikan hasil finansial dengan risiko terukur dan menciptakan dampak ekonomi serta sosial yang positif.
Tidak ada kode iklan yang tersedia.
“Kami memiliki dua mandat dan setiap kali kami investasi, dua-duanya kamj harapkan tercapai dari sisi hasil dengan tingkat resiko yang terukur dan termitigasi. Dan kedua, dari sisi dampak, dari sisi ekonomi maupun sosial,” katanya dalam diskusi dengan media, Senin (3/11/2025).
Proyek waste-to-energy menjadi salah satu fokus investasi terbaru Danantara. Menurut Stefanus, pendekatan ini sejalan dengan misi pemerintah mengatasi darurat sampah yang kini melanda hampir seluruh kota besar di Indonesia.
“Kalau kita bicara waste-to-energy, tujuan utamanya bukan menghasilkan energi, tapi membersihkan lingkungan,” katanya.
Stefanus mengungkapkan, Indonesia menghasilkan 35 juta hingga 50 juta ton sampah setiap tahun, namun baru sekitar 38 hingga 40 persen yang terkelola dengan baik. “Definisi terkelola pun masih terbatas pada ditaruh di TPA (Tempat Pembuangan Akhir),” ujarnya.
Sisa sekitar 60 persen sampah lain dibuang sembarangan, dibakar di halaman rumah, atau menumpuk di sungai. Kondisi ini, lanjutnya, menimbulkan polusi udara, pencemaran air tanah, dan ancaman kesehatan serius bagi masyarakat sekitar. “Kalau seluruh sampah Indonesia dikumpulkan di Jakarta, kota ini akan tertutup dengan tumpukan setinggi 20 meter,” katanya.
Ia menyebut, beberapa TPA besar di Indonesia seperti Bantar Gebang di Jakarta, Jatibarang di Semarang, dan Leuwigajah di Bandung sudah kelebihan kapasitas. Di Bantar Gebang misalnya, timbunan sampah mencapai ketinggian 10 hingga 15 lantai di atas lahan seluas lebih dari 100 hektare.
“Totalnya 55 juta ton sampah. Kalau itu ditarik balik ke Jakarta, hampir seluruh kota tertutup,” ujar Stefanus.