REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pada 2022, topan Hinnamnor, yang menyebabkan 36 korban jiwa, menjadi terkenal sebagai topan super pertama yang berkembang di garis lintang setinggi 25 derajat LU sejak pencatatan Administrasi Meteorologi Korea dimulai. Lalu tahun 2023 di Osong, Chungcheongbuk-do, hujan lebat yang tak terduga menyebabkan sungai-sungai meluap secara tiba-tiba, mengakibatkan banyak korban jiwa.
Meningkatnya suhu bumi memicu topan yang belum pernah terjadi sebelumnya, hujan lebat, dan peristiwa cuaca ekstrem lainnya. Tanpa prediksi yang dapat diandalkan tentang iklim ekstrem yang dipicu oleh pemanasan global, mitigasi kerusakan yang diakibatkannya tetap menjadi tantangan.
Profesor Seung-Ki Min dan Dr Minkyu Lee, dari Divisi Ilmu dan Teknik Lingkungan di Pohang University of Science and Technology (POSTECH), telah menggunakan model iklim beresolusi tinggi untuk melakukan analisis kuantitatif perintis tentang dampak pemanasan global terhadap topan yang mendarat di Semenanjung Korea. Penelitian ini baru-baru ini dipublikasikan di npj Climate and Atmospheric Science.
Secara khusus, pemanasan global menyebabkan peningkatan topan yang lebih kuat dan intensitasnya lebih lama, yang pada akhirnya menyebabkan kerusakan lebih parah. Menurut Lee, prediksi topan yang akurat dan pengendalian kerusakan membutuhkan pemahaman yang lebih baik tentang pengaruh pemanasan global, di mana simulasi model iklim dengan resolusi skala km sangat penting. Namun, penelitian yang mengukur kontribusi pemanasan antropogenik terhadap topan yang melanda Korea, terutama penelitian tentang curah hujan ekstrem yang menyertai topan, masih sangat sedikit.
Untuk mengatasi hal ini, tim peneliti merancang simulasi model iklim regional beresolusi tinggi dengan skala 3 kilometer untuk menyelidiki dampak pemanasan global terhadap intensitas topan dan curah hujan ekstrem. Empat topan yang sangat kuat yang mendarat di Semenanjung Korea antara tahun 2011 dan 2020 dipilih untuk simulasi dalam kondisi iklim saat ini, dan kondisi kontrafaktual tanpa pemanasan yang disebabkan oleh manusia. Untuk mengurangi ketidakpastian perubahan suhu permukaan laut regional akibat pemanasan global, para peneliti menggunakan beragam pola pemanasan laut yang diestimasi dari beberapa model iklim CMIP6.
“Temuan menunjukkan bahwa dengan memperhitungkan pemanasan global akibat aktivitas manusia, maka intensitas topan dan curah hujan secara keseluruhan meningkat. Kami mengamati bahwa dampak pemanasan terlihat lebih kuat pada intensitas topan maksimum daripada intensitas rata-rata. Hal ini mengimplikasikan terjadinya topan super yang lebih kuat di Asia Timur di masa depan,” kata peneliti seperti dilansir Phys, Rabu (3/1/2024).
Selain itu, area yang terpapar curah hujan ekstrem yang dihasilkan oleh topan meluas 16 persen hingga 37 persen karena kondisi iklim yang lebih hangat. Lebih lanjut, perluasan area curah hujan ekstrem disebabkan oleh penguatan gerakan ke atas di dekat pusat topan dan peningkatan uap air di atmosfer akibat pemanasan permukaan laut.
“Hasil dari simulasi model iklim resolusi tinggi yang kami lakukan memberikan bukti yang meyakinkan bahwa pemanasan global telah memperkuat kekuatan topan yang baru-baru ini menghantam Semenanjung Korea. Eskalasi pemanasan global yang terus berlanjut dapat menyebabkan topan yang lebih kuat dan curah hujan ekstrem yang lebih luas, sehingga menuntut peningkatan langkah-langkah kesiapsiagaan sektoral yang lebih spesifik,” jelas Prof Min.