Rabu 31 Jan 2024 16:55 WIB

Kasus Perdagangan Manusia di Sierra Leone Kian Parah Dampak dari Perubahan Iklim

Perubahan iklim kian memperparah kemiskinan di Sierra Leone.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Nora Azizah
Sierra Leone termasuk dalam 10 persen negara yang paling rentan terhadap perubahan iklim (Foto: ilustrasi).
Foto: AP /Ben Curtis
Sierra Leone termasuk dalam 10 persen negara yang paling rentan terhadap perubahan iklim (Foto: ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Zainab (nama belakangnya dirahasiakan) duduk di sebuah kantor di ibu kota negara Sierra Leone, Freetown, sambil menekan nomor telepon dan menarik napas panjang. Seorang pria mengangkat telepon Zainab, setelah dua kali berdering.

"Saya dengar Anda menawarkan pekerjaan di Lebanon. Hidup di sini sangat sulit, saya ingin keluar. Bisakah Anda membantu?” demikian kata pekera sosial berusia 29 tahun itu dalam pembicaraan di telpon.

Baca Juga

Pria yang Zainab hubungi tersebut kemudian memberikan sebuah alamat di Waterloo, sebuah kota padat penduduk yang berjarak 32 kilometer dari Freetown, dan menyuruhnya membawa 150 dolar AS sebagai uang muka. Zainab kemudian menutup telepon dan menghubungi kontak di Unit Kejahatan Terorganisir Transnasional, sebuah divisi polisi yang dilatih oleh kedutaan besar Amerika Serikat untuk menangkap para penyelundup manusia.

"Sulit untuk menghubungi pelaku. Kadang kami memancing mereka dengan membuat mereka percaya bahwa ada orang yang tertarik dengan program mereka,” kata Emmanuel Cole, kepala unit tersebut seperti dilansir Al Jazeera, Rabu (31/1/2024).

Ini bukan pertama kalinya Zainab membantu melakukan penyamaran. Empat tahun yang lalu dia diperdagangkan ke Oman. Sejak melarikan diri dari sebuah rumah di mana ia dipaksa bekerja secara gratis dan mengalami pelecehan seksual, Zainab kini mendedikasikan hidupnya untuk membantu korban perdagangan manusia lainnya di luar negeri.

"Saya mencoba untuk tidak takut. Saya tahu bahwa saya melakukan hal yang benar,” kata dia.

Perdagangan manusia diklasifikasikan sebagai penggunaan kekerasan, pemaksaan atau penipuan untuk mengirim seseorang ke tujuan baru, untuk mendapatkan keuntungan dari mereka. Meskipun data resmi masih sedikit, para ahli mengatakan bahwa masalah ini marak terjadi di Sierra Leone.

Dengan tingkat pengangguran kaum muda yang mencapai hampir 60 persen dan mayoritas penduduk yang bertahan hidup dengan penghasilan kurang dari 3 dolar AS per hari, terdapat ribuan orang yang menjadi mangsa para pelaku perdagangan manusia, yang mendambakan kesempatan yang lebih baik di luar negeri. Mereka sering mengincar perempuan, menggembar-gemborkan pekerjaan bergaji tinggi di Timur Tengah.

"Mereka diiming-imingi gaya hidup yang lebih mewah," kata Vani Saraswathi dari Migrant Rights, sebuah kelompok advokasi yang berbasis di Qatar.

Para agen menawarkan pekerjaan sebagai pengasuh anak, penata rambut, pembantu rumah tangga atau pelayan toko di negara-negara seperti Lebanon, Oman, Dubai, Kuwait dan Turki. Namun ketika korban tiba di negara tujuan, paspor mereka sering kali disita dan mereka dipaksa menjadi pekerja tanpa bayaran di rumah-rumah warga. Banyak perempuan muda yang melaporkan telah mengalami pelecehan seksual.

"Mereka mengatakan saya bahwa saya adalah budak dan tidak perlu dibayar. Ketika kami berdua di dalam rumah, pria itu akan memperkosa saya. Dia menodongkan pisau ke leher saya dan mengatakan akan memotong saya jika saya berteriak,” kata seorang perempuan yang pergi ke Oman untuk bekerja sebagai pembantu rumah tangga.

Para pakar menilai bahwa masalah ini telah memburuk dalam tiga tahun terakhir. "Telah terjadi peningkatan kasus. Kerentanannya juga meningkat,” kata Christos Christodoulides, kepala Badan Migrasi PBB di Sierra Leone.

Sementara beberapa korban perdagangan manusia berhasil melarikan diri, banyak yang terkurung dalam situasi yang mengerikan selama bertahun-tahun. Sebanyak 99 persen dari 469 pekerja rumah tangga asal Sierra Leone di Oman, yang diwawancarai dalam dua tahun terakhir oleh lembaga nirlaba Do Bold, mengatakan bahwa mereka telah diperdagangkan. Sepertiga dari mereka melaporkan telah mengalami pelecehan seksual.

Perubahan iklim memperparah masalah ini. Sierra Leone termasuk dalam 10 persen negara yang paling rentan terhadap perubahan iklim, meskipun hanya menyumbang 0,003 persen dari emisi karbon dioksida global sejak tahun 1950.

Sepertiga penduduknya tinggal di pesisir pantai, membuat rumah mereka rentan terhadap banjir yang semakin parah. Beberapa pulau di negara ini mulai tenggelam, memaksa penduduknya tinggal di gundukan pasir yang terus menyusut.

“Ada peningkatan yang serius dalam jumlah orang yang telah diperdagangkan setelah rumah mereka hancur akibat banjir atau tanah longsor,” kata Sheku Bangura, yang mengelola Jaringan Advokasi Melawan Migrasi Ilegal (ANAIM).

Setiap tahun, banjir bandang melanda Freetown, merobohkan rumah-rumah dan menewaskan warga sipil. Kota ini mencatat lebih dari 400 banjir pada tahun 2021 dan 2022, yang mengakibatkan ratusan korban jiwa. Setelah hujan lebat musim panas lalu, air berlumpur menggenangi bangsal lantai dasar di Connaught, rumah sakit terbesar di negara itu, merusak peralatan dan membahayakan pasien.

Panen yang buruk akibat curah hujan yang tidak menentu mendorong para petani pindah ke kota, di mana pemukiman yang padat di lereng bukit yang curam semakin rentan terhadap tanah longsor. Pada tahun 2017, setelah hujan lebat yang tidak biasa, sebuah puncak gunung runtuh dan menimpa pemukiman di bawahnya, menewaskan lebih dari 1.000 orang yang sedang tidur.

Sementara itu, sejak Sierra Leone mengesahkan undang-undang baru pada tahun 2022 yang memperkenalkan hukuman minimum 25 tahun bagi siapa pun yang terbukti melakukan perdagangan manusia, puluhan agen telah ditangkap. Namun, hanya tiga orang yang telah dihukum - dan salah satunya dibebaskan tak lama kemudian. Para pelaku perdagangan manusia sering kali menyuap untuk keluar dari penjara atau meminta bantuan dari kenalan politik untuk mendapatkan keringanan.

“Dengan tidak adanya sistem peradilan yang kuat, pencegahan terbaik adalah edukasi, sehingga seseorang bisa lebih kritis saat ditawari pekerjaan," kata Saraswathi dari Migrant Rights.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement