Ahad 18 Feb 2024 15:49 WIB

Studi Temukan Pestisida Beracun yang Jarang Dikenali Ada di Tanaman Pangan 

Bahan kimia ini terkait dengan masalah reproduksi dan perkembangan.

Rep:   Gumanti Awaliyah/ Red: Gita Amanda
 Sebuah studi baru dari Environmental Working Group (EWG) menemukan adanya kandungan chlormequat, (lustrasi)
Foto: www.freepik.com
Sebuah studi baru dari Environmental Working Group (EWG) menemukan adanya kandungan chlormequat, (lustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebuah studi baru dari Environmental Working Group (EWG) menemukan adanya kandungan chlormequat, pestisida yang tidak banyak diketahui, pada empat dari lima orang yang diuji. Karena bahan kimia ini terkait dengan masalah reproduksi dan perkembangan pada hewan uji, temuan ini menunjukkan adanya potensi bahaya yang sama pada manusia.

Penelitian EWG, yang dipublikasikan di Journal of Exposure Science and Environmental Epidemiology, menguji urin 96 orang untuk mengetahui keberadaan chlormequat, dan menemukannya pada 77 orang di antaranya.

Baca Juga

"Studi baru EWG tentang chlormequat adalah yang pertama dari jenisnya di AS. Keberadaan pestisida yang jarang diteliti ini pada manusia menimbulkan kekhawatiran tentang bagaimana pestisida ini berpotensi menyebabkan kerusakan tanpa ada yang tahu bahwa mereka telah mengonsumsinya,” kata peneliti studi sekaligus pakar toksikologi EWG Alexis Temkin, seperti dilansir Phys, Sabtu (17/2/2024) lalu.

Beberapa penelitian pada hewan menunjukkan chlormequat dapat merusak sistem reproduksi dan mengganggu pertumbuhan janin, mengubah perkembangan kepala dan tulang, serta mengubah proses metabolisme utama. Penelitian ini menimbulkan pertanyaan apakah chlormequat juga dapat membahayakan manusia.

Untuk penelitiannya, EWG mengambil sampel urin yang dikumpulkan antara tahun 2017 dan 2023 dari 96 orang di AS dan mengujinya untuk mengetahui kandungan chlormequat di laboratorium khusus di Inggris. Peraturan Badan Perlindungan Lingkungan AS (EPA) mengizinkan bahan kimia tersebut untuk digunakan hanya pada tanaman hias, bukan tanaman pangan, yang ditanam di AS.

Namun sejak tahun 2018, EPA telah mengizinkan penggunaan chlormequat pada gandum impor dan makanan lainnya, dan meningkatkan jumlah yang diizinkan pada tahun 2020. Kedua perubahan peraturan tersebut terjadi di bawah pemerintahan Trump. Banyak gandum dan produk gandum yang dikonsumsi di AS berasal dari Kanada.

Pada bulan April 2023, sebagai tanggapan atas permohonan yang diajukan oleh produsen chlormequat Taminco pada tahun 2019, EPA mengusulkan untuk mengizinkan penggunaan chlormequat untuk pertama kalinya pada jelai, gandum, triticale, dan gandum yang ditanam di AS. EWG menentang rencana tersebut. Aturan yang diusulkan belum diselesaikan.

"Pemerintah federal memiliki peran penting dalam memastikan bahwa pestisida diawasi, dipelajari, dan diatur secara memadai. Namun EPA terus melepaskan tanggung jawabnya untuk melindungi anak-anak dari potensi bahaya kesehatan akibat bahan kimia beracun seperti klormetrin dalam makanan,” ujar Temkin.

EWG mendesak Departemen Pertanian dan Badan Pengawas Obat dan Makanan untuk menguji makanan untuk mengetahui kandungan chlormequat dan meminta Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) untuk menambahkan chlormequat ke dalam program biomonitoring mereka. Organisasi ini juga menyerukan penelitian lebih lanjut tentang efek chlormequat pada kesehatan manusia.

EWG melakukan pengujian sendiri terhadap makanan berbahan dasar oat pada tahun 2022 dan 2023, dan menemukan chlormequat dalam berbagai produk berbahan dasar oat non-organik. Produk oat organik hanya sedikit atau tidak terdeteksi mengandung bahan kimia tersebut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement