Senin 18 Aug 2025 18:48 WIB

Perundingan Plastik Global Buntu, RI Tetap Kejar Target Bebas Sampah 2029

Indonesia tetap ingin menjadi pemimpin global dalam menghentikan polusi plastik.

Tumpukan sampah mencemari pantai Junti, Juntinyuat, Indramayu, Jawa Barat, Senin (4/8/2025). Tumpukan sampah yang didominasi sampah plastik mencemari pesisir Pantai Junti.
Foto: ANTARA FOTO/Dedhez Anggara
Tumpukan sampah mencemari pantai Junti, Juntinyuat, Indramayu, Jawa Barat, Senin (4/8/2025). Tumpukan sampah yang didominasi sampah plastik mencemari pesisir Pantai Junti.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Indonesia menegaskan komitmen menghentikan polusi plastik meski perundingan Perjanjian Plastik Global sesi INC-5.2 berakhir tanpa konsensus. Pemerintah menyatakan tetap akan menjalankan upaya konkret di tingkat nasional.

With or without treaty, Indonesia akan tetap mengambil langkah konkret, terencana, dan terukur untuk segera menghentikan polusi plastik,” kata Hanif dalam pernyataannya, Senin (19/8).

Baca Juga

Menurut dia, langkah tersebut sejalan dengan target Pemerintah Indonesia untuk mencapai pengelolaan 100 persen sampah, termasuk plastik, pada 2029 sebagaimana arahan Presiden Prabowo Subianto.

Hanif menegaskan Indonesia tetap ingin menjadi pemimpin global dalam menghentikan polusi plastik, meski sesi kelima bagian kedua Komite Negosiasi Antarpemerintah (INC-5.2) di Jenewa pada 5–13 Agustus 2025 tak menghasilkan kesepakatan. Perundingan menghasilkan dua draf revisi, namun sidang pleno 15 Agustus ditutup tanpa konsensus.

Sejumlah negara menyatakan kekecewaan namun sepakat melanjutkan proses menuju INC-5.3. Indonesia pun mengusulkan beberapa langkah tindak lanjut, seperti konsultasi terarah, keterlibatan politik tingkat tinggi, serta penguatan aspek teknis dan prosedural agar perjanjian global bersifat ambisius, inklusif, dan implementatif.

Selama INC-5.2, delegasi Indonesia menekankan sejumlah prioritas, antara lain, penghapusan plastik bermasalah dan bahan kimia berbahaya, penerapan desain produk berkelanjutan, mendorong ekonomi sirkular, serta memperkuat pengelolaan sampah dari hulu ke hilir.

Indonesia juga mendorong remediasi dan restorasi ekosistem, serta usulan klasterisasi pembahasan perjanjian ke dalam tema tertentu untuk mempercepat tercapainya kesepakatan. Bila konsensus penuh sulit dicapai, Indonesia membuka opsi perjanjian berbentuk Framework Convention.

Selain itu, Indonesia menekankan bahwa pengambilan keputusan harus tetap berdasarkan konsensus demi menjaga inklusivitas. Dukungan pendanaan, alih teknologi, dan penguatan kapasitas dari negara maju juga dinilai penting agar semua negara mampu memenuhi kewajiban perjanjian.

“Menunda penghentian polusi plastik hanya akan memperburuk pencemaran, membahayakan kesehatan, dan menambah beban ekonomi. Hanya melalui persatuan, kerja sama, dan tanggung jawab bersama kita bisa mewujudkan perjanjian yang efektif dan inklusif,” ujar Hanif.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement