Ahad 17 Aug 2025 18:45 WIB

Riset: Mikroplastik Hambat Fotosintesis pada Tanaman

Sebuah penelitian menemukan, pencemaran mikroplastik menghambat pertumbuhan tanaman, sebabnya mengancam ketahanan pangan dan iklim. Padahal, tidak banyak aksi yang diperlukan untuk membalik tren tersebut.

Rep: deutsche welle/ Red: deutsche welle
Pond5 Images/IMAGO
Pond5 Images/IMAGO

Pencemaran mikroplastik diyakini menghalangi fotosintesis — proses biologis di mana tumbuhan mengubah cahaya matahari, air, dan karbon dioksida menjadi energi dalam bentuk gula.

Fotosintesis adalah inti kehidupan bagi flora Bumi, fondasi rantai makanan global, dan sumber oksigen yang kita hirup.

Mikroplastik sebaliknya berukuran sangat kecil, sering berasal dari pelapukan benda plastik yang lebih besar, dan kini telah menyebar ke sudut-sudut paling terpencil di planet ini, bahkan menyusup ke dalam organ manusia.

Kekhawatiran kian besar bahwa partikel-partikel ini, setelah masuk ke sel tumbuhan, dapat mengacaukan proses alami fotosintesis. Gangguan ini dapat menghambat pertumbuhan tanaman, dengan konsekuensi serius bagi produksi pangan.

Dampak terhadap produksi pangan

Pencemaran mikroplastik bisa mengurangi fotosintesis hingga 12 persen, menurut kajian tim peneliti Cina yang dipublikasikan awal tahun ini di Proceedings of the National Academy of Sciences. Studi itu menganalisis tanaman pangan darat, alga laut, dan alga air tawar.

Hasilnya, panen pangan laut bisa anjlok hingga 7 persen, dan tanaman pokok kehilangan hasil sampai 13,5 persen. Para penulis studi memperingatkan, fenomena ini bisa membuat ratusan juta orang kehilangan akses pangan yang aman.

Namun, mereka juga menemukan, hanya dibutuhkan penurunan kadar mikroplastik sebesar 13 persen untuk mencegah hampir sepertiga kerugian fotosintesis.

Peter Fiener, pakar tanah dan air mengingatkan, data global masih minim untuk memproyeksikan dampak ini secara akurat terhadap produksi pangan dunia.

Mikroplastik biasanya terserap lewat tanah saat tanaman menyedot air dan nutrien dari akar. Jika partikel cukup kecil, ia bisa masuk ke dalam sel tanaman. "Untuk memahami dampaknya pada produksi pangan global, kita perlu peta kontaminasi plastik di tanah dunia, dan kita belum punya itu,” kata Fiener, profesor di Universitas Augsburg, Jerman.

"Kekurangan data terutama terasa di negara-negara Selatan global," ujar Victoria Fulfer, ilmuwan mikroplastik di 5 Gyres, lembaga nirlaba AS yang fokus menangani polusi plastik. Mikroplastik terdiri dari ratusan polimer berbeda dan ribuan zat aditif kimia, yang dampaknya terhadap tanaman belum sepenuhnya diteliti.

Sumber polusi mikroplastik

Mikroplastik pada tanaman kerap berasal dari terpal penutup lahan pertanian dan pupuk, kata Fulfer. "Tapi mikroplastik juga ada di udara dan air sekitar kita.”

Film mulsa pertanian yang digunakan untuk menutup tanaman dan mempercepat pertumbuhan, sering kali diklaim biodegradable, namun masih mengandung zat aditif kimia dan mikroplastik. "Saat terurai, bahan-bahan itu meresap ke tanah," kata Winnie Courtene-Jones, ahli biologi laut dari Universitas Bangor, Wales.

Sumber lain termasuk serpihan ban mobil dan serat pakaian, yang berakhir di lumpur limbah lalu digunakan sebagai pupuk. Setelah menjadi mikroplastik atau nanoplastik, kata Fulfer, sangat sulit untuk mencegah pencemaran.

Mikroplastik didefinisikan berukuran 1–5 milimeter, nanoplastik bahkan lebih kecil. Di tanah, partikel ini bisa mengganggu pergerakan air dan pemecahan nutrien, mempengaruhi pertumbuhan tanaman dan organisme kecil lain. Mikroplastik juga ditemukan di seluruh tubuh manusia, dikaitkan dengan risiko kesehatan seperti stroke dan serangan jantung.

Plastik percepat perubahan iklim

Plastik menghasilkan gas rumah kaca sepanjang siklusnya — dari produksi, transportasi, hingga pembuangan. Menurut Fulfer, jika mikroplastik mengurangi fotosintesis secara luas, ini bisa menghambat penyerapan karbon dan produksi oksigen, terutama di ekosistem karbon biru seperti mangrove, padang lamun, dan rawa pesisir.

Mangrove dan lahan basah pesisir diperkirakan menyimpan 3–5 kali lebih banyak karbon dibanding hutan tropis dengan luas setara. Penelitian Courtene-Jones tahun lalu menemukan penurunan efisiensi fotosintesis pada tanaman pesisir akibat gabungan banjir dan mikroplastik di tanah.

"Mikroplastik berpotensi memperburuk respons sistem yang sudah tertekan akibat perubahan iklim,” ujarnya. Ia menambahkan, partikel ini mempengaruhi kestabilan tanah, yang bisa mempercepat erosi pesisir seiring curah hujan ekstrem yang makin sering.

Produksi plastik terus naik

"Meski dampak terhadap pangan belum sepenuhnya jelas, akumulasi mikroplastik di tanah dan tanaman akan terus berlanjut tanpa tindakan," kata Fiener. Daur ulang membantu, tapi pengurangan produksi plastik jauh lebih penting.

Dalam dua dekade terakhir, produksi plastik baru melonjak dan diproyeksikan bisa naik dua hingga tiga kali lipat pada 2050, dengan emisi global terkait ikut melonjak. Sekitar 99 persen plastik dibuat dari bahan bakar fosil, dan sejauh ini hanya 9 persen yang didaur ulang.

Pekan ini, perwakilan lebih dari 170 negara berkumpul di Jenewa, Swiss, merundingkan perjanjian internasional yang mengikat untuk menekan produksi dan polusi plastik.

"Cara terbaik mencegah mikroplastik merusak tanaman, adalah dengan menutup keran produksi plastik dan memperketat regulasi jumlah plastik yang dibuat,” kata Fulfer. Namun, pengurangan produksi plastik masih menjadi titik panas dalam negosiasi, setelah perundingan serupa macet tahun lalu di Busan, Korea Selatan.

Artikel ini pertama kali terbit dalam Bahasa Inggris

Diadaptasi oleh Rizki Nugraha

Editor: Agus Setiawan

Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan deutsche welle. Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab deutsche welle.
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement