REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Para ilmuwan di Korea Selatan telah mengembangkan jenis makanan hibrida baru yang berkelanjutan yakni nasi daging atau meaty rice. Menurut mereka, inovasi ini dapat membantu mengatasi krisis pangan dan perubahan iklim.
Nasi tersebut berasal dari beras yang ditanam di laboratorium oleh para peneliti di Yonsei University di Seoul, dan mengandung sel-sel otot dan lemak sapi. Hasilnya adalah beras merah muda yang menurut tim peneliti dapat menawarkan alternatif daging yang lebih murah dan lebih ramah lingkungan, serta meninggalkan jejak karbon yang lebih kecil.
"Bayangkan kita mendapatkan semua nutrisi yang dibutuhkan dari beras protein hasil kultur sel. Beras sudah memiliki nutrisi yang tinggi, namun dengan menambahkan sel dari hewan ternak dapat meningkatkan kandungan nutrisi tersebut," kata peneliti studi Park So-hyeon, seperti dilansir Phys, Selasa (19/2/2024).
Padi tersebut dilapisi dengan gelatin ikan untuk membantu sel-sel daging sapi menempel pada beras dan kemudian dibiarkan tumbuh dalam cawan petri hingga 11 hari. Produk akhirnya mengandung 8 persen lebih banyak protein dan 7 persen lebih banyak lemak daripada beras biasa. Selain itu, juga lebih keras dan rapuh daripada biji-bijian alami.
Inovasi terbaru ini meninggalkan jejak karbon yang jauh lebih kecil karena metode produksinya menghilangkan kebutuhan untuk memelihara dan ternak hewan, yang mengkonsumsi banyak sumber daya dan air serta melepaskan banyak gas rumah kaca.
Untuk setiap 100 gram (3,5 ons) protein yang dihasilkan, beras hibrida diperkirakan melepaskan kurang dari 6,27 kilogram karbon dioksida, sementara produksi daging sapi melepaskan delapan kali lebih banyak.
Jika dikomersialkan, lanjut So-hyeon, ini akan menjadi pilihan yang jauh lebih murah bagi konsumen di Korea, di mana beras hibrida diperkirakan berharga sekitar 2,23 dolar AS per kilogram, sementara harga daging sapi sekitar 15 dolar AS.
Tim peneliti berencana untuk mengembangkan lebih lanjut proses ini sebelum beras tersebut dipasarkan, sehingga sel-selnya dapat tumbuh lebih baik di dalam bulir beras untuk mendapatkan nilai gizi yang lebih tinggi.
"Sekarang saya melihat banyak sekali kemungkinan untuk makanan hibrida berbasis biji-bijian ini. Suatu hari nanti bisa menjadi bantuan makanan untuk kelaparan, ransum militer, atau bahkan makanan luar angkasa,” kata So-hyeon.