REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kapasitas energi terbarukan dunia mencatat rekor tertinggi tahun lalu, namun capaian tersebut masih belum cukup untuk memenuhi target PBB yang menargetkan pelipatan tiga kali kapasitas energi hijau pada 2030. Laporan yang disusun oleh International Renewable Energy Agency (IRENA), Global Renewables Alliance, dan Presidensi COP30 Brasil tersebut memantau kemajuan menuju target itu.
Temuan ini dirilis menjelang pembicaraan iklim PBB berikutnya di Brasil bulan depan. Lebih dari 100 negara dalam Pertemuan Perubahan Iklim PBB (COP28) di Dubai pada 2023 sepakat untuk melipatgandakan tiga kali kapasitas energi terbarukan pada 2030 sebagai bagian dari upaya mencapai target iklim global.
Sepanjang 2024, dunia menambah kapasitas energi terbarukan sebesar 582 gigawatt (GW), jumlah tertinggi sepanjang sejarah, dengan tingkat pertumbuhan tahunan 15,1 persen. Untuk mencapai target 2030, dibutuhkan pertumbuhan rata-rata 16,6 persen per tahun dari 2025 hingga 2030.
Total kapasitas energi terbarukan dunia mencapai 4.443 GW pada akhir 2024, sementara target pelipatan tiga kali lipat mencapai 11.174 GW. Meski masih jauh, Direktur Jenderal IRENA Francesco La Camera mengatakan target tersebut masih bisa dicapai.
“Kita mungkin dapat menambah lebih dari 700 gigawatt, bahkan mungkin 750 gigawatt pada 2025, dan itu berarti kita mulai menutup kesenjangan,” kata La Camera, Rabu (15/10/2025).
Laporan lembaga think tank Ember pekan lalu juga menunjukkan, untuk pertama kalinya dalam sejarah, sumber energi terbarukan menghasilkan listrik lebih banyak daripada batu bara pada paruh pertama 2025.
Di Amerika Serikat, Presiden Donald Trump tahun ini merevisi skema insentif pajak untuk proyek tenaga surya dan angin, langkah yang dikhawatirkan dapat menghambat investasi baru. Namun, La Camera menilai pertumbuhan energi terbarukan secara global akan tetap berlanjut.
“Transisi ini tidak dapat dihentikan. Pasar energi terbarukan telah menentukan arah, karena ini adalah cara termurah untuk menghasilkan listrik,” katanya.
Laporan itu juga menekankan perlunya pemerintah memperkuat kebijakan yang mendukung pengembangan energi terbarukan, membantu pelatihan ulang tenaga kerja, serta memperbaiki rantai pasok dan infrastruktur seperti jaringan listrik.
Sehari sebelumnya, laporan berjudul Global Tipping Points yang disusun 160 peneliti dari berbagai negara memperingatkan bahwa pemanasan global kini melampaui ambang batas berbahaya lebih cepat dari yang diperkirakan.