Rabu 29 May 2024 11:28 WIB

BMKG Prediksi Kekeringan akan Mendominasi Hingga September 2024

Masyarakat diminta untuk mulai menampung air melalui tandon dan sumur resapan.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Friska Yolandha
Sejumlah pengendara melintas di dekat sumur resapan di Jalan Batu Ceper, Gambir, Jakarta, Rabu (4/1/2023). BMKG memprediksi kekeringan akan mendominasi hingga September.
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Sejumlah pengendara melintas di dekat sumur resapan di Jalan Batu Ceper, Gambir, Jakarta, Rabu (4/1/2023). BMKG memprediksi kekeringan akan mendominasi hingga September.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) melaporkan bahwa sebanyak 19 persen wilayah Indonesia telah memasuki musim kemarau. Wilayah tersebut di antaranya, Aceh, Sumatera Utara, Riau, pesisir utara dan selatan Pulau Jawa, Bali bagian Selatan, NTB dan Sebagian NTT. Kondisi kekeringan selama kemarau tersebut diprediksi akan mendominasi hingga September

Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengatakan, curah hujan sangat rendah pada Agustus 2024 berpotensi terjadi di Lampung , Jawa, Bali, NTB, NTT, sebagian Sulawesi Selatan dan Tenggara. Pada September 2024 masih berpeluang terjadi di Jawa, Bali, Nusa Tenggara Barat dan Timur.

Baca Juga

"Pada Oktober 2024 kondisi serupa di sebagian Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat dan Timur. Dimulai dari Juni hingga Oktober. Ini perlu disiap-siagakan, perlu mitigasi khusus dampak kekeringan," kata Dwikorita dalam keterangan tertulisnya, Rabu (29/5/2024).

Lebih lanjut Dwikorita mengatakan, telah munculnya beberapa titik panas awal pada daerah-daerah rawan kebakaran hutan dan lahan. Oleh karena itu, perlu diwaspadai risiko menengah dan tinggi yang akan terjadi di daerah tersebut.

"Kami merekomendasikan kepada pemerintah daerah untuk mengisi waduk-waduk di daerah yang berpotensi mengalami kondisi kering saat musim kemarau. Lalu, membasahi dan menaikkan muka air tanah pada daerah yang rawan mengalami karhutla ataupun pada lahan gambut," kata dia.

Selain itu, Dwikorita menyarankan agar selalu memastikan koneksitas jaringan irigasi dari waduk ke kawasan yang terdampak kekeringan benar-benar memadai, agar upaya modifikasi cuaca dapat terlaksana dengan efektif dan efisien dalam memitigasi potensi bencana kekeringan.

"Daerah yang masih mengalami hujan atau transisi dari musim hujan ke musim kemarau, perlu segera mengoptimalkan secara lebih masif upaya untuk memanen air hujan, melalui tandon-tandon/ tampungan-tampungan air, embung-embung, kolam-kolam retensi, sumur-sumur resapan, dan sebagainya, seiring dengan upaya mitigasi dampak kejadian ekstrem hidrometeorologi basah yang sedang dilakukan," jelas Dwikorita.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement