Selasa 11 Jun 2024 08:00 WIB

Merawat Hutan yang Jadi Sumber Kehidupan Suku Moi Papua 

Masyarakat adat setempat bisa mendapatkan apa yang mereka butuhkan di hutan.

Aktivitas warga suku Moi di Desa Kampung Klayas, Distrik Saget, Sorong, Papua Barat.
Foto: Republika/ Yasin Habibi
Aktivitas warga suku Moi di Desa Kampung Klayas, Distrik Saget, Sorong, Papua Barat.

REPUBLIKA.CO.ID, AIMAS -- Alam Papua memiliki keanekaragaman hayati yang luar biasa. Hutan hujan tropis Papua pun merupakan salah satu belantara terbesar yang tersisa di dunia, yang melindungi spesies-spesies unik dan langka, seperti burung cenderawasih, kanguru pohon, dan berbagai satwa langka lainnya.

 

Selain spesies langka yang menghuni alam hutan Papua, keunikan lain yang dimiliki hutan di provinsi ini adalah kemampuannya memberi kehidupan bagi masyarakat setempat. 

Masyarakat adat Suku Moi merupakan salah satu suku Papua yang mendiami sebagian besar wilayah Kabupaten Sorong dan Kota Sorong, Provinsi Papua Barat Daya. Warga Suku Moi menghuni Distrik Makbon dengan wilayah adat mencakup sekitar 400 ribu hektare.

Suku Moi terbagi menjadi tujuh subsuku, yakni Suku Moi Kelim, Moi Abun That, Moi Abun Jhi, Moi Salkma, Moi Klabra, Moi Lemas, dan Moi Maya. Ketua Dewan Adat Malaumkarta Raya, Spenger Malasamuk, menyebut hutan dan manusia tak terpisahkan satu dengan yang lain berdasarkan konsep yang dimiliki Suku Moi.

Hutan adalah tumpuan hidup masyarakat adat Suku Moi. Melalui hutan, masyarakat adat setempat bisa mendapatkan apa yang mereka butuhkan, seperti makanan dan sumber lain yang dimanfaatkan untuk pemenuhan ekonomi keluarga.

"Bagi kami orang Papua, khususnya masyarakat adat Suku Moi yang tinggal di wilayah pesisir Makbon, Kabupaten Sorong, hutan merupakan sumber kehidupan," kata Spanger Malasamuk.

Salah satu keunikan dari suku ini yaitu penerapan konsep pengolahan hutan berdasarkan sistem pemetaan bagi setiap marga di wilayah Kampung Malaumkarta, Distrik Makbon.

Konsep pengolahan hutan itu ternyata sudah menjadi satu warisan budaya yang terus dihidupkan dan menjadi dasar dalam pengolahan hutan. Sistem pemetaan ini menjadi dasar pengolahan hutan dimaksudkan untuk bisa meminimalisasi terjadinya konflik antarmarga di dalam Suku Moi.

Pemanfaatan hutan oleh setiap marga sudah ditentukan berdasarkan pemetaan. Setiap marga boleh mengambil apa saja untuk pemenuhan kebutuhan keluarga tanpa harus mengambil milik orang lain.

Di Kampung Malaumkarta terdapat 14 marga yang berhak mengolah hutan berdasarkan pemetaan, terdiri atas Kalami Kinipelik, Kalami Tiloke, Kalami Matiligek, Malasamuk, Magablo Lingsuok, Mubalen, Sapisa, Su, Salamala, Ulimpa, Su, marga Magablo pesisir, dan marga Do.

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement