REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Youth Program Coordinator Econusa Erwin Falufi Irianti mengatakan masyarakat di Indonesia timur tidak banyak menggunakan plastik dalam kehidupan sehari-hari. Kepedulian masyarakat adat dalam menjaga lingkungan dinilai patut dicontoh.
Yayasan EcoNusa atau Yayasan Ekosistem Nusantara Berkelanjutan fokus mempromosikan pengelolaan yang berkelanjutan dan adil di wilayah-wilayah yang kaya akan sumber daya alam di Indonesia bagian timur. "Di Indonesia timur masih sangat terjaga dari penggunaan plastik maupun sampah plastik karena peraturan atau regulasi yang diberikan pemerintah maupun masyarakat adat itu lebih penting, karena di sana sistemnya ketika ketua adatnya berbicara semua harus mengikuti," kata Erwin di sela kegiatan Piknik Bebas Plastik, Ahad (29/7/2024).
Ia mencontohkan sistem noken atau sistem ikat yang digunakan sebagai sistem pemilihan. Erwin menjelaskan sistem itu tidak hanya untuk pemilihan, tapi juga regulasi-regulasi tidak tertulis.
Erwin mengatakan masyarakat adat memiliki peraturan yang tidak bisa ditentang karena masyarakat percaya akan ada karmanya. Sehingga masyarakat mengikuti peraturan adat untuk menjaga lingkungan. "Karena untuk orang Papua sendiri hutan itu rumahnya mereka, menggunakan plastik mereka merusak rumah sendiri," katanya.
Erwin mengatakan masyarakat Papua menggunakan tas ikat noken untuk membawa barang bawaan mereka seperti belanja atau barter dan jual-beli, sehingga tidak membutuhkan plastik. Erwin mengatakan untuk barang-barang lain seperti kopi dan teh masyarakat adat meraciknya sendiri. Begitu pula untuk kebutuhan sehari-hari, mereka menggunakan hasil alam.
"Itu biasanya di Sorong, kebetulan wilayah kerja kami di Sorong, kemudian di Manokwari, Kayumana, di Sorong Selatan, Marauke, Jayapura dan Kepulauan Maluku," katanya.
Erwin mengatakan, dorongan untuk tidak menggunakan plastik berasal dari kesadaran masyarakat. Sementara pemerintah daerah meminimalkan penggunaan plastik dengan kebijakan menggunakan noken di pusat-pusat perbelanjaan dan pasar tradisional.
Erwin menambahkan, tradisi ini bisa menjadi percontohan tapi proses edukasi merupakan langkah yang sulit.
"Kalau di wilayah perkotaan sudah terkontaminasi, tapi di masyarakat adat masih terjaga," katanya.
EcoNusa mendorong pengembangan dan peningkatan kapasitas kelompok-kelompok masyarakat sipil, sambil mengembangkan strategi yang relevan dan memfasilitasi upaya advokasi, kampanye, komunikasi, dan pelibatan pemangku kepentingan. Melalui upaya kolaboratif ini, Econusa juga memperkenalkan nilai-nilai kedaulatan pengelolaan sumber daya alam dan konservasi kepada seluruh pemangku kepentingan termasuk para pengambil kebijakan di tingkat regional dan nasional.