Selasa 17 Sep 2024 16:28 WIB

Menteri Investasi: Investor Tuntut Penggunaan Energi Bersih

Pembangunan kawasan industri berbasis energi bersih adalah keharusan.

Rep: Lintar Satria / Red: Satria K Yudha
Menteri Investasi Rosan Roeslani.
Foto: Antara/Mentari Dwi Gayati
Menteri Investasi Rosan Roeslani.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Menteri Investasi/Kepala BKPM Rosan Roeslani menegaskan pentingnya Indonesia mempercepat transisi energi bersih dan meningkatkan sumber daya manusia (SDM) untuk mendukung pengembangan sektor manufaktur energi terbarukan. Rosan mengatakan Indonesia harus mempercepat langkah menuju energi hijau jika tidak ingin tertinggal dari negara-negara lain.

Rosan menyoroti pentingnya regulasi dan insentif untuk mendorong investasi di energi bersih. Menurutnya, banyak investor luar negeri yang tertarik berinvestasi di Indonesia, namun mereka menuntut penggunaan energi bersih.

"Investor yang ingin membangun pabrik kendaraan listrik di sini mengharapkan bahwa energi yang digunakan berasal dari sumber yang bersih. Jika tidak, mereka akan memilih negara lain," kata Rosan dalam forum 'Menuju Indonesia Hijau: Inovasi Energi dan Sumber Daya Manusia', di Jakarta, Selasa (17/9/2024).

Untuk itu, Rosan menekankan bahwa pembangunan kawasan industri berbasis energi bersih adalah keharusan, bukan pilihan. "Jika kita tidak bergerak cepat, kita akan tertinggal dari negara-negara tetangga kita yang sudah lebih maju dalam transisi energi," katanya.

Saat ini, energi terbarukan baru menyumbang 14 persen dari total energi di Indonesia, sementara target pemerintah pada 2025 adalah 23 persen. "Kita tertinggal dari target kita. Potensi energi terbarukan di Indonesia mencapai 3.677 gigawatt, termasuk tenaga surya, angin, hidro, dan geothermal. Namun, ini akan tetap menjadi potensi jika tidak didukung dengan kebijakan yang tepat," tegasnya.

Selain kebijakan energi, Roslan juga menekankan pentingnya pengembangan SDM untuk mendukung ekosistem energi bersih di Indonesia. "Sumber daya manusia memainkan peran kunci. Saat ini, tantangan terbesar adalah keterbatasan tenaga kerja yang terampil dalam teknologi energi terbarukan," katanya.

Ia mengatakan berdasarkan data dari Kementerian Tenaga Kerja, sekitar 40 persen tenaga kerja Indonesia hanya memiliki pendidikan tingkat sekolah dasar, dan 24 persen bahkan tidak menyelesaikan pendidikan dasar.

"Ini menunjukkan bahwa kita perlu meningkatkan pendidikan vokasi dan pelatihan keterampilan agar tenaga kerja kita siap menghadapi tuntutan industri energi bersih," tambah Rosan.

Ia juga mengungkapkan pemerintah telah memberikan berbagai insentif untuk perusahaan yang berinvestasi dalam pelatihan dan pengembangan SDM. "Perusahaan yang ikut serta dalam program vokasi, pelatihan, dan pendidikan akan mendapatkan insentif pajak hingga 200 persen. Sayangnya, banyak perusahaan yang belum tahu tentang insentif ini," katanya.

Selain itu, perusahaan yang melakukan penelitian dan pengembangan di Indonesia juga akan mendapatkan insentif pajak hingga 30 pesen. Roslan menekankan insentif ini sudah diatur dalam undang-undang omnibus, namun belum tersosialisasi dengan baik.

"Untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, kita harus memastikan bahwa manusia kita tumbuh dan berkembang. Peningkatan kualitas SDM adalah kunci dari segalanya," tegasnya.

Roslan juga menyoroti potensi besar Indonesia dalam energi geothermal, di mana Indonesia memiliki cadangan terbesar kedua di dunia. "Namun, sayangnya, kita baru memanfaatkan kurang dari 3 persen potensi geothermal kita. Ini adalah pekerjaan rumah besar bagi kita semua," ungkapnya.

Selain itu, ia juga menyoroti potensi Indonesia dalam pengembangan baterai kendaraan listrik, terutama karena cadangan nikel, kobalt, dan mangan yang dimiliki Indonesia adalah yang terbesar di dunia.

"Permintaan global akan kendaraan listrik terus meningkat, dan Indonesia harus memanfaatkan kesempatan ini. Kita bisa menjadi pusat pengembangan baterai EV jika kita memiliki kebijakan yang tepat," ujarnya.

Menurut laporan, permintaan kendaraan listrik di Indonesia meningkat 179 persen dari tahun 2022 ke 2023. Beberapa negara besar juga telah menetapkan target untuk mengakhiri penggunaan kendaraan berbasis bahan bakar fosil pada tahun 2030, dan hanya akan menggunakan kendaraan berbasis energi bersih.

"Ini menunjukkan bahwa arah masa depan sudah jelas, yaitu menuju energi bersih. Tantangan kita adalah bagaimana memanfaatkan potensi besar ini dengan kebijakan dan regulasi yang efektif," ujar Roslan.

Dengan dukungan dari seluruh pemangku kepentingan, baik di dalam maupun luar negeri, Roslan yakin Indonesia bisa mencapai tujuan transisi energi bersih dan menjadi salah satu pemain utama dalam industri energi terbarukan di dunia. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement