Selasa 24 Sep 2024 18:14 WIB

Biaya Membangun Energi Terbarukan Mulai Menurun

Perkembangan teknologi mengurangi ongkos produksi energi terbarukan.

Rep: Lintar Satria / Red: Satria K Yudha
 Pembangunan PLTS di gurun yang terletak di Urumqi, Xinjiang.
Foto: Solarbe Global
Pembangunan PLTS di gurun yang terletak di Urumqi, Xinjiang.

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Lembaga think tank International Renewable Energy Agency (IRENA) melaporkan sebanyak tiga perempat dari total kapasitas energi terbarukan tahun lalu, biayanya lebih murah dari bahan bakar fosil. Hal ini menunjukkan biaya untuk menghasilkan listrik dari sumber energi surya, angin dan sumber lain masih kompetitif dibandingkan energi dari bahan bakar fosil.

"Dari segi biaya energi terbarukan tetap kompetitif dibandingkan dengan bahan bakar fosil. Siklus kebijakan jangka panjang yang mendukung yang baik telah mempercepat energi terbarukan,"  kata direktur jenderal IRENA, Francesco La Camera.

La Camera menambahkan pertumbuhan energi terbarukan meningkatkan teknologi dan mengurangi ongkos produksinya. "Harga energi terbarukan tidak lagi menjadi alasan," katanya.

Berbagai negara berusaha mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil seperti minyak, gas alam, dan batu bara untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan memenuhi target perubahan iklim.

Pertemuan iklim PBB tahun lalu (COP28) menetapkan target untuk meningkatkan kapasitas energi terbarukan di seluruh dunia hingga tiga kali lipat pada tahun 2030. Target tersebut akan meningkatkan kapasitas energi terbarukan yang terpasang menjadi setidaknya 11.000 gigawatt (GW) pada akhir dekade ini, dibandingkan dengan 4.209 GW pada tahun 2023.

Dalam laporannya, IRENA mengatakan kapasitas energi terbarukan tahun lalu mencapai rekor 473 gigawatt (GW), yang  382 GW atau 81 persen dari proyek-proyek energi terbarukan berskala utilitas yang baru beroperasi memiliki biaya yang lebih rendah dibandingkan dengan bahan bakar fosil.

IRENA menambahkan hal ini terjadi meskipun harga bahan bakar fosil turun ke hampir titik terendahnya setelah krisis energi pada tahun 2022. Pada tahun 2023, rata-rata biaya untuk menghasilkan listrik dari proyek-proyek energi terbarukan yang baru beroperasi turun dari tahun sebelumnya.

Untuk tenaga surya turun sebesar 12 persen, untuk angin darat sebesar 3 persen, untuk angin lepas pantai sebesar 7 persen, untuk pembangkit listrik tenaga surya terkonsentrasi (CSP) sebesar 4 persen, dan untuk pembangkit listrik tenaga air sebesar 7 persen.

Sebelumnya, Badan Energi Internasional (IEA) mengatakan target untuk melipatgandakan kapasitas energi terbarukan global pada tahun 2030 dan mengurangi penggunaan bahan bakar fosil masih dalam jangkauan.  Tetapi, IEA menambahkan pertumbuhan energi terbarukan masih membutuhkan dukungan besar untuk membuka hambatan, seperti perizinan dan koneksi jaringan. 

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement