Jumat 15 Nov 2024 10:00 WIB

Indonesia Galang Kemitraan Global di COP29

Indonesia mengidentifkasi 19 inisiatif penting dalam COP29.

Rep: Lintar Satria / Red: Satria K Yudha
Suasana pembukaan Konferensi Perubahan Iklim PBB COP29 di Baku, Azerbaijan, Senin (11/11/2024).
Foto: Republika/Edwin Dwi Putranto
Suasana pembukaan Konferensi Perubahan Iklim PBB COP29 di Baku, Azerbaijan, Senin (11/11/2024).

REPUBLIKA.CO.ID, BAKU -- Menteri Lingkungan Hidup (LH)/Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (BPLH) Hanif Faisol Nurofiq, menyampaikan Indonesia terus mengambil langkah tegas dalam mewujudkan target-target Kesepakatan Paris 2015 yang diratifikasi pada 2019. Target itu akan dikejar dengan memperkuat kemitraan.

Pada Pertemuan Perubahan Iklim PBB ke-29 (COP29) di Azerbaijan, Indonesia mengidentifikasi 19 inisiatif penting, terdiri atas 14 aspek negosiasi dan 5 platform kerja sama untuk meraih target emisi yang lebih ambisius.

Baca Juga

"Keikutsertaan Indonesia di COP29 ini ditandai dengan tekad yang kuat untuk tidak tergantung pada bantuan atau hibah, tetapi berfokus pada kemitraan yang saling menguntungkan," kata Hanif dalam siaran pers Kementerian Lingkungan Hidup, Kamis (14/11/2024).

Dalam media briefing di Baku, Azerbaijan, Hanif mengungkapkan proses negosiasi UNFCCC memang panjang. Namun ada langkah-langkah konkret kerja sama dengan beberapa mitra untuk meningkatkan aksi mitigasi dan adaptasi di Indonesia, termasuk perdagangan karbon.

"Kami manfaatkan instrumen-instrumen yang telah mulai operasional dari Paris Agreement dan juga kerjasama bilateral di bidang pengendalian perubahan iklim. Kami juga akan galang para pihak di Indonesia untuk bergerak cepat segera menyusun agenda kerja dalam aksi konkrit paska COP 29 Baku yang membawa manfaat bagi Indonesia," katanya.

Lebih lanjut, Hanif menggarisbawahi pentingnya kerja sama bilateral dalam mengurangi emisi global, salah satunya melalui perdagangan karbon yang transparan, khususnya pasal 6 Paris Agreement, mengenai perdagangan kredit karbon.

Salah satu yang sudah dilaksanakan adalah kerja sama antara pemerintah Indonesia dan Jepang melalui mekanisme Mutual Recognition Arrangement (MRA) untuk pelaksanaan kerja sama perdagangan karbon. "Perlu saya tegaskan juga peran pasar karbon adalah untuk mendukung penurunan emisi gas rumah kaca, untuk pencapaian NDC, bukan untuk tujuan ekonomi lainnya," ujarnya.

Mutual Recognition Arrangement Indonesia-Jepang yang diumumkan kepada komunitas internasional di COP29 Baku menjadi kerja sama bilateral yang pertama dengan MRA dengan panduan pasal 6.2 Perjanjian Paris .

"Kami akan segera tindaklanjuti implementasi dengan pihak Jepang, dengan proporsi pemanfaatan kerjasama yang berimbang," kata Hanif.

Indonesia juga terus mendorong penggunaan energi terbarukan dan mengembangkan skema sertifikasi untuk emisi karbon melalui mekanisme yang ketat dan terstandarisasi, seperti Sertifikat Pengurangan Emisi Indonesia (SPEI).

Pemerintah juga mengupayakan adanya roadmap yang jelas bagi sektor-sektor penyumbang emisi untuk mencapai batas emisi tertentu, serta mendorong sektor kehutanan dalam mengembangkan mekanisme offset karbon. "Jadi sekali lagi saya tegaskan, kami di sini bukan untuk meminta bantuan, melainkan untuk menawarkan kemitraan, metodologi, dan kerja sama dalam konteks penurunan emisi gas rumah kaca," kata Hanif.

Indonesia bertekad untuk menyelesaikan roadmap perdagangan karbon dalam tiga bulan ke depan agar perdagangan karbon di tanah air dapat berjalan. Dengan langkah strategis dan kebijakan yang matang, Indonesia berharap dapat berkontribusi nyata dalam upaya global untuk mengurangi dampak perubahan iklim serta memastikan keberlanjutan lingkungan hidup di masa depan. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement