REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lembaga think-tank Indonesian Center for Environmental Law (ICEL) menyambut baik langkah Kementerian Lingkungan Hidup/Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (KLH/BPLH) melarang praktik open dumping atau pembuangan terbuka di 37 Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) di Indonesia. Keputusan ini diumumkan Menteri KLH/BPLH Hanif Faisol Nurofiq pada 10 Maret 2025.
ICEL turut memperkuat pengawasan terhadap TPA yang masih menerapkan aktivitas pembuangan terbuka. Salah satunya dengan menggelar Rapat Koordinasi Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup (PPLH) dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) pada 16-17 Januari 2025 bersama Direktorat Pengaduan dan Pengawasan Lingkungan Hidup KLH/BPLH.
Rakor ini bertujuan membahas strategi penegakan hukum di lapangan serta memperkuat koordinasi antar lembaga dalam mendukung kebijakan pengelolaan sampah yang lebih ketat. Hasil pengawasan terhadap 343 TPA kemudian menjadi dasar bagi KLH/BPLH untuk menetapkan kebijakan pelarangan aktivitas pembuangan terbuka yang diumumkan pada Maret 2025.
“Langkah tegas KLH/BPLH dalam menghentikan aktivitas pembuangan terbuka patut diapresiasi," kata Deputi Direktur bidang Program, Indonesian Center for Environmental Law (ICEL) Bella Nathania dalam pernyataan yang Republika terima, Selasa (18/3/2025).
Bella mengatakan kebijakan ini merupakan langkah penting dalam menegakan amanat UU Nomor 18 Tahun 2008. Tetapi, katanya, kebijakan ini juga harus disertai langkah-langkah mitigasi agar tidak menimbulkan permasalahan baru, seperti yang terjadi dalam kasus penutupan TPA Sarimukti di Bandung Barat dan TPA Piyungan di Yogyakarta, di mana tumpukan sampah di jalanan dan pemukiman sempat terjadi akibat kurangnya kesiapan dalam pengelolaan sampah pasca-penutupan.
Kebijakan penutupan TPA open dumping diambil berdasarkan hasil pengawasan terhadap 343 TPA di Indonesia dan sebagai bentuk implementasi Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. Sebenarnya UU No. 18 Tahun 2008 telah mengamanatkan Pemerintah Daerah untuk menutup TPA dengan sistem pembuangan terbuka sejak 2013.
Namun, hingga lebih dari satu dekade setelahnya, aktivitas pembuangan terbuka masih ditemukan di berbagai daerah, menyebabkan pencemaran lingkungan, termasuk pencemaran badan air dan air tanah oleh air lindi yang mengandung logam berat. Selain itu, TPA dengan sistem pembuangan terbuka juga berkontribusi terhadap emisi gas rumah kaca (GRK), yang memperburuk krisis iklim.
ICEL menyarankan untuk memastikan transisi yang efektif dalam penghentian aktivitas pembuangan terbuka di TPA, diperlukan beberapa langkah strategis. Pertama, pemerintah perlu menyusun peta jalan penutupan aktivitas pembuangan terbuka berdasarkan UU No. 18 Tahun 2008.
Peta jalan ini harus memuat penguatan regulasi pengelolaan sampah, mencakup penyusunan peraturan di tingkat kabupaten/kota terkait pemilahan sampah dari sumber dan pengurangan plastik sekali pakai. Reformasi kebijakan juga perlu dilakukan terhadap Peraturan Presiden No. 97 Tahun 2017 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional dalam Pengelolaan Sampah (Jakstranas), serta Kebijakan dan Strategi Daerah (Jakstrada).
ICEL menyarankan pemerintah meningkatkan prioritas isu pengelolaan sampah dalam kebijakan daerah. DPRD dan pemerintah daerah perlu mengalokasikan anggaran dalam APBD minimal 3 persen untuk mendukung sistem pengelolaan sampah yang lebih berkelanjutan.
Pemerintah juga perlu memperkuat sistem pengaduan dan pengawasan untuk kegiatan pengelolaan sampah. Menurut ICEL, PPLH PPNS, dan aparat penegakan hukum di daerah perlu diperkuat dalam mengawasi pelaksanaan kebijakan ini serta memperkuat penegakan hukum terhadap pelanggaran yang masih terjadi di lapangan.