Jumat 21 Mar 2025 14:14 WIB

Pembentukan Satgas Diharapkan Percepat Transisi Energi

IESR mendorong agar Satgas TEH menjadi wadah koordinasi.

Rep: Lintar Satria / Red: Satria K Yudha
Teknisi memeriksa solar panel pada proyek PLTS Terapung di Waduk Cirata, Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat, Selasa (26/9/2023).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Teknisi memeriksa solar panel pada proyek PLTS Terapung di Waduk Cirata, Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat, Selasa (26/9/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Institute for Essential Services Reform (IESR) menyambut baik pembentukan Satuan Tugas Transisi Energi dan Ekonomi Hijau (Satgas TEH). Menurut IESR, Satgas ini menunjukkan komitmen pemerintah Presiden Prabowo melanjutkan agenda transisi energi yang dirancang pemerintahan sebelumnya.

Direktur Eksekutif IESR Fabby Tumiwa mengatakan, pembentukan Satgas TEH merupakan sinyal positif transisi energi Indonesia. Satgas ini diharapkan dapat mempercepat transisi energi sesuai dengan tujuan Persetujuan Paris serta mengimplementasikan Bali Energy Transitions Roadmap dan Bali Compact, yang disepakati dalam G20 di bawah kepemimpinan Indonesia.

“Pembentukan Satgas TEH juga menjadi bentuk tanggung jawab moral Indonesia dalam melaksanakan hasil keputusan G20," kata Fabby dalam pernyataannya, Jumat (21/3/2025).

IESR menyoroti kesulitan pemerintah mencapai target investasi energi terbarukan yang kerap meleset dari target. Pada 2024, investasinya hanya mencapai 1,8 miliar dolar AS, jauh di bawah target 2,6 miliar dolar AS. Rendahnya minat investasi di energi terbarukan dalam beberapa tahun terakhir menunjukan iklim investasi yang tidak mendukung.

Penolakan masyarakat yang terjadi di sejumlah proyek energi terbarukan seperti panas bumi di Flores, PLTS Terapung di Sumatera Barat, dan PLTA meningkatkan risiko proyek-proyek energi terbarukan di mata pelaku bisnis dan lembaga pembiayaan.    

IESR mendorong agar Satgas TEH menjadi wadah koordinasi antar kementerian dan lembaga pemerintah untuk mempercepat transisi energi. Melalui platform ini juga, pemerintah dapat menemukan jalan keluar mengatasi hambatan investasi energi terbarukan, serta merancang reformasi kebijakan yang lebih mendukung energi bersih.

Selain itu, Satgas ini diharapkan memperkuat peranan Indonesia dalam implementasi Just Energy Transition Partnership (JETP) dan Energy Transition Mechanism (ETM), sehingga meningkatkan kredibilitas Indonesia dalam mengelola pembiayaan transisi energi di sektor ketenagalistrikan serta mencapai target puncak emisi sektor listrik pada 2030 dan net-zero emission pada 2050.

IESR yakin peralihan dari energi fosil ke energi terbarukan di Indonesia dapat dilakukan dengan cepat dan hemat biaya.Melalui studi berjudul Unlocking Indonesia’s Renewable Future, IESR mengidentifikasi potensi proyek energi terbarukan berkapasitas 333 GW yang layak secara teknis dan finansial di 632 lokasi.

Data ini dapat menjadi referensi bagi Satgas TEH untuk menyoroti peluang investasi energi terbarukan di Indonesia dan masuk dalam daftar proyek yang dapat didanai oleh JETP dan ETM untuk mensubstitusi PLTU. "Eropa akan segera mengenakan pajak karbon pada barang dan jasa yang masuk ke kawasannya, menandakan bahwa perdagangan dan pembangunan ekonomi global bergerak ke arah rendah karbon," kata Fabby.

Ia menegaskan Indonesia harus memastikan industrinya siap menghadapi dorongan internasional terhadap energi transisi agar tetap berdaya saing. Fabby mengatakan Satgas TEH berperan penting dalam mempercepat transformasi ekonomi hijau dengan mendorong dekarbonisasi di sektor industri.

"Ini adalah langkah krusial untuk memastikan pembangunan ekonomi Indonesia yang berkelanjutan di masa depan,” jelas Fabby.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement