Kamis 17 Apr 2025 08:33 WIB

The Asia Foundation dan DBS Foundation Berdayakan Perempuan Rentan di Kalimantan Barat

Program ini untuk merespons ketimpangan gender.

Rep: Lintar Satria/ Red: Satria K Yudha
Peluncuran program inklusi keuangan oleh the Asia Foundation dan DBS Foundation.
Foto: DBS
Peluncuran program inklusi keuangan oleh the Asia Foundation dan DBS Foundation.

REPUBLIKA.CO.ID, PONTIANAK – The Asia Foundation (TAF) dan DBS Foundation meluncurkan program SHE CAN, inisiatif akselerasi inklusi keuangan bagi perempuan rentan di Provinsi Kalimantan Barat. Program ini menargetkan pemberdayaan sekitar 80.000 perempuan selama periode 2024 hingga 2027 melalui pelatihan, pendampingan, dan literasi keuangan yang terintegrasi.

Program SHE CAN dirancang sebagai respons terhadap tantangan ketimpangan gender yang masih tinggi di Kalimantan Barat dengan indeks sebesar 0,52 persen meskipun indeks inklusi keuangannya cukup baik pada angka 84,16 persen. Ketimpangan ini menunjukkan keterbatasan akses perempuan terhadap sumber daya ekonomi dan politik setempat.

Dalam dua tahun terakhir terjadi peningkatan ketimpangan gender disertai penurunan Indeks Pemberdayaan Gender serta meningkatnya kasus kekerasan terhadap perempuan terutama dalam ranah domestik. Kondisi ini menegaskan perlunya intervensi khusus untuk meningkatkan kemandirian sekaligus perlindungan bagi perempuan rentan.

Country Representative TAF Hana Satriyo mengatakan program SHE CAN sejalan dengan misi The Asia Foundation untuk memperkuat pemberdayaan ekonomi dan kepemimpinan perempuan.

"Melalui dukungan dari DBS Foundation kami berinvestasi dalam pengembangan keterampilan serta aspirasi kaum perempuan demi perubahan positif dan transformasi komunitas lokal,” katanya seperti dikutip dari siaran pers, Kamis (17/4/2025).

Head of Group Strategic Marketing & Communications PT Bank DBS Indonesia Mona Monika mengatakan DBS Foundation mengalokasikan dana sebesar 9 juta dolar Singapura atau lebih dari Rp 100 miliar selama tiga tahun ke depan guna mendukung peningkatan kualitas hidup masyarakat rentan termasuk perempuan di Indonesia.

“Pemberdayaan perempuan adalah kunci perubahan berkelanjutan,” kata Mona Monika.

Ia menambahkan komitmen banknya untuk memperluas akses pendidikan finansial serta peluang ekonomi bagi kaum wanita melalui inisiatif ini. Data OJK pada tahun 2022 menunjukkan adanya paradoks antara tingginya akses layanan keuangan nasional yakni 85,1 persen dengan rendahnya literasi finansial yang hanya 49,68 persen.

Fenomena serupa juga terjadi di Kalimantan Barat dimana tingkat inklusi sedikit lebih rendah yaitu sebesar 84,16 persen, namun indeks literasinya relatif lebih tinggi mencapai 51,95 persen.

Kajian internal program mengungkapkan hanya sekitar 67 persen perempuan rentan memiliki rekening bank dan hanya sekitar 38 persen mengakses pinjaman dari koperasi atau lembaga formal lainnya.

Sedangkan penggunaan e-wallet tercatat hanya sebesar 24 persen. Hal ini menggambarkan kesenjangan nyata dalam inklusi keuangan khususnya pada kelompok masyarakat akar rumput.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement