Kamis 15 May 2025 19:28 WIB

Emisi Jerman Turun, Transisi Energi Membuahkan Hasil

Emisi dari sektor industri turun 7,7 persen.

Rep: Lintar Satria/ Red: Satria K Yudha
 Pembangkit listrik tenaga nuklir Neckarwestheim di Neckarwestheim, Jerman, Senin (10/4/2023).
Foto: EPA-EFE/RONALD WITTEK
Pembangkit listrik tenaga nuklir Neckarwestheim di Neckarwestheim, Jerman, Senin (10/4/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, BERLIN — Emisi gas rumah kaca Jerman turun sebesar 10 persen pada 2023, penurunan tahunan terbesar sejak reunifikasi tahun 1990. Pemerintah menyebut capaian ini sebagai langkah besar menuju target iklim jangka panjang.

Dalam konferensi pers Kamis (14/5/2025), pemerintah Jerman mengumumkan bahwa emisi nasional menurun menjadi 673 juta ton. Penurunan ini terjadi di tengah kontraksi ekonomi sebesar 0,3 persen akibat lonjakan harga energi dan menurunnya permintaan ekspor.

Selama puluhan tahun, Jerman bergantung pada pasokan gas murah dari Rusia untuk menggerakkan industrinya. Namun, sejak invasi Rusia ke Ukraina pada 2022, Jerman menghentikan impor gas tersebut dan mulai mengalihkan strategi energi.

Badan Lingkungan Federal (UBA) melaporkan emisi dari sektor industri turun 7,7 persen. Padahal, penurunan produksi industri secara keseluruhan hanya 1,2 persen.

Data dari asosiasi industri VCI dan BDI menunjukkan sektor-sektor intensif energi seperti kimia dan baja menyusut masing-masing 8 persen dan 5,3 persen.

Ketika ditanya apakah penurunan emisi disebabkan perlambatan ekonomi semata, Menteri Ekonomi dan Aksi Iklim Robert Habeck menegaskan bahwa meskipun 2023 adalah “tahun yang luar biasa”, pemerintah telah menyiapkan langkah agar tren penurunan emisi tetap terjaga.

“Kami berharap pemulihan ekonomi penuh, namun kami juga ingin memastikan bahwa kemajuan iklim tidak bergantung pada pelemahan ekonomi semata,” ujarnya.

Dengan capaian 46 persen pengurangan emisi dibandingkan level 1990, Jerman dinilai berada di jalur yang tepat untuk mencapai target 65 persen pada 2030 dan netral karbon pada 2045.

Salah satu kebijakan kunci adalah Climate Protection Contracts, sebuah skema insentif bagi industri yang beralih ke teknologi produksi hijau. Kontrak ini memberikan kompensasi finansial untuk menutupi biaya tambahan dari transisi energi bersih, sehingga perusahaan tidak terbebani secara ekonomi.

Presiden UBA Dirk Messner mengatakan, strategi pemerintah mengandalkan dua hal utama, yaitu transisi dari bahan bakar fosil ke listrik bersih, dan penetapan harga emisi karbon untuk mendorong dekarbonisasi industri.

Sektor energi mencatat penurunan emisi terbesar, seiring meningkatnya kontribusi energi terbarukan yang kini menyuplai hampir 52 persen kebutuhan listrik nasional.

 

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement