Senin 19 May 2025 19:37 WIB

Hunian TOD Dukung Gaya Hidup Berkelanjutan

Integrasi tempat tingga dan transportasi dapat menekan emisi.

Rep: Muhammad Nursyamsi / Red: Satria K Yudha
Satu rangkaian KRL Commuterline melintasi pembangunan rumah susun terintegrasi dengan sarana transportasi atau Transit Oriented Development (TOD) di Stasiun Tanjung Barat, Jakarta, Kamis (9/1/2020).
Foto: ADITYA PRADANA PUTRA/ANTARA
Satu rangkaian KRL Commuterline melintasi pembangunan rumah susun terintegrasi dengan sarana transportasi atau Transit Oriented Development (TOD) di Stasiun Tanjung Barat, Jakarta, Kamis (9/1/2020).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Hunian berbasis Transit Oriented Development (TOD) dinilai dapat mendorong gaya hidup yang lebih berkelanjutan di tengah urbanisasi. Dengan lokasi hunian yang dekat dengan simpul transportasi publik seperti stasiun MRT dan KRL, TOD memungkinkan masyarakat beralih dari kendaraan pribadi ke moda transportasi massal, sehingga menekan polusi dan konsumsi energi.

Pengamat tata kota Sibarani menyebut TOD sebagai salah satu penggerak utama pembangunan kota yang efisien dan ramah lingkungan.

“TOD dapat menjadi salah satu penggerak utama pembangunan kota. Karena kita sudah mulai berbasis kepada transportasi massal, terutama dengan adanya MRT dan juga stasiun kereta api,” ujar Sibarani, Senin (19/5/2025).

Ia menjelaskan, integrasi antara tempat tinggal dan transportasi publik membantu menciptakan pola mobilitas yang lebih hemat energi dan berdampak langsung pada pengurangan emisi.

“Jadi, TOD itu bisa memberikan dampak pemanfaatan ruang yang jauh lebih efisien. Orang bisa tinggal dekat dengan moda transportasi, bekerja tidak jauh dari rumah, dan ini secara langsung mengurangi waktu tempuh, biaya, dan polusi,” ucap Sibarani.

Namun, ia mengakui penerapan TOD di Indonesia belum berjalan optimal. Kota-kota besar masih menghadapi hambatan infrastruktur dan pola perencanaan yang tidak dirancang sejak awal untuk mendukung konsep ini.

“Tantangannya cukup kompleks. Kota-kota kita sejak dulu tidak punya pemikiran atau perencanaan dengan konsep TOD. Ditambah lagi, rendahnya kesadaran masyarakat menggunakan transportasi umum karena akses dari rumah ke stasiun masih jauh, dan di sisi lain, sangat mudah untuk mendapatkan kendaraan bermotor roda dua,” sambungnya.

Sibarani juga menilai rendahnya keterlibatan investor sebagai hambatan tambahan. “Investor belum banyak yang melihat prospek TOD. Pemerintah harus mendorong, salah satunya dengan memberikan insentif, entah itu dalam bentuk pajak, subsidi, atau penyediaan lahan,” lanjut dia.

Lebih jauh, ia menekankan perlunya pengelolaan kawasan yang komprehensif agar TOD benar-benar berfungsi sebagai penggerak kehidupan kota yang berkelanjutan.

Pemerintah daerah dinilai perlu menata fasilitas pendukung seperti akses jalan, jembatan, dan memastikan kebersihan kawasan.

“Kalau di luar negeri, banyak kawasan TOD yang sukses. Itu karena peran pemerintahnya besar. Mereka punya kawasan yang sangat tertata, ada pengelolanya, aturan hukumnya jelas, dan semua benar-benar dilaksanakan. Di Indonesia, sayangnya, kita masih berhenti di level peraturan. Saat mau mengoordinasikan dan melaksanakannya, belum ada sistem yang solid,” ungkapnya.

Wakil Direktur Utama Perum Perumnas Tambok Setyawati menekankan pentingnya kolaborasi untuk mendukung pengembangan kawasan TOD secara terpadu.

“Pemerintah harus turun tangan. Mereka yang punya kewenangan dan kapasitas untuk menghubungkan kawasan TOD dengan lingkungan sekitarnya. Kalau ini bisa dilakukan, maka TOD bisa menjadi pengungkit pembangunan kota yang manusiawi, terjangkau, dan berkelanjutan,” lanjutnya.

Tambok juga menekankan bahwa TOD harus dikembangkan sebagai pusat aktivitas masyarakat, bukan sekadar proyek hunian.

“Benar adanya Perumnas adalah pelopor dalam konsep hunian berbasis TOD yang sesungguhnya di Indonesia, terintegrasi langsung di titik 0 km dengan simpul transportasi seperti stasiun KRL Jabodetabek. Konsep inilah yang kami wujudkan dalam pembangunan proyek-proyek TOD Perumnas, menciptakan efisiensi mobilitas, mengurangi ketergantungan terhadap kendaraan pribadi, sekaligus mendorong multiplier effect bagi lingkungan sekitarnya,” kata Tambok.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement