Rabu 11 Jun 2025 16:00 WIB

Dana Internasional Bantu Indonesia Kurangi Emisi dari Hutan

Pendanaan juga diarahkan untuk pemberdayaan masyarakat.

Rep: Lintar Satria/ Red: Satria K Yudha
Emisi karbon (ilustrasi)
Foto: www.freepik.com
Emisi karbon (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Skema pendanaan berbasis hasil atau result-based payment (RBP) yang dijalankan Indonesia dinilai berpotensi menjadi model global dalam mendukung pembangunan hijau yang berkeadilan. Mekanisme ini telah terbukti mampu mengurangi emisi gas rumah kaca dari sektor kehutanan dan penggunaan lahan (FOLU).

Pakar klimatologi IPB University Rizaldi Boer menyatakan bahwa pengelolaan pendanaan RBP melalui Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH) membuka peluang besar untuk mempercepat target FOLU Net Sink 2030.

Baca Juga

“Dengan adanya upaya untuk mengoptimalkan dana RBP ini, saya berkeyakinan FOLU Net Sink 2030 bukan hal yang tidak bisa kita capai, tapi justru bisa juga menjadi model global dalam rangka mendukung pembangunan hijau berbasis hasil,” kata Rizaldi dalam diskusi daring yang diselenggarakan Kementerian Kehutanan, Rabu (11/6/2025).

Total komitmen pendanaan berbasis hasil yang berhasil dihimpun Indonesia saat ini mencapai 499,8 juta dolar AS (sekitar Rp 8,1 triliun). Dana tersebut berasal dari berbagai sumber internasional, seperti Green Climate Fund yang mendukung pengurangan 20,25 juta ton CO₂e pada 2014–2016, BioCarbon Fund untuk proyek di Jambi (14 juta ton CO₂e, 2020–2025), FCPF Carbon Fund di Kalimantan Timur (22 juta ton CO₂e, 2019–2024), serta mekanisme Result-Based Contribution (RBC) bersama Norwegia (20,2 juta ton CO₂e, 2016–2019).

“RBP ini memiliki peran strategis dalam mendukung FOLU Net Sink karena merupakan salah satu insentif finansial yang bisa dimanfaatkan semua pihak,” ujar Rizaldi yang juga menjabat sebagai Kepala Lembaga Riset Internasional Lingkungan dan Perubahan Iklim IPB.

Menurutnya, pembiayaan tersebut sangat dibutuhkan untuk mendukung berbagai kegiatan penting, seperti restorasi ekosistem yang terdegradasi, peningkatan cadangan karbon, penguatan tata kelola, serta sistem pengukuran, pelaporan, dan verifikasi (MRV). Pendanaan juga diarahkan untuk pemberdayaan masyarakat dan memastikan pertumbuhan ekonomi hijau yang inklusif.

“Peran dari RBP ini sangat penting atau bisa dilihat sebagai katalis kebijakan karena bisa memastikan bahwa setiap insentif yang diberikan harus jalan dengan aksi nyata pengurangan emisi,” tegas Rizaldi.

Pemerintah Indonesia menargetkan sektor FOLU mencapai kondisi net sink pada 2030, yaitu ketika penyerapan emisi lebih besar dari pelepasan. Skema RBP dinilai menjadi instrumen penting untuk menjembatani kebutuhan pembiayaan dan pelaksanaan aksi iklim berbasis hasil.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement