Senin 30 Jun 2025 17:27 WIB

Riau Bidik Rp 4 Triliun dari Karbon, Ini Strategi 2025–2029

Kredit karbon jadi peluang pendanaan pembangunan dan pelestarian lingkungan.

Emisi karbon (ilustrasi). Pemerintah Provinsi Riau menargetkan pendapatan sebesar Rp4 triliun dari perdagangan karbon pada kurun waktu 2025–2029 sebagai salah satu sumber pendanaan pembangunan sekaligus upaya menjaga kelestarian alam.
Foto: Dok Freepik
Emisi karbon (ilustrasi). Pemerintah Provinsi Riau menargetkan pendapatan sebesar Rp4 triliun dari perdagangan karbon pada kurun waktu 2025–2029 sebagai salah satu sumber pendanaan pembangunan sekaligus upaya menjaga kelestarian alam.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Pemerintah Provinsi Riau menargetkan pendapatan sebesar Rp4 triliun dari perdagangan karbon pada kurun waktu 2025–2029 sebagai salah satu sumber pendanaan pembangunan sekaligus upaya menjaga kelestarian alam. Gubernur Riau, Abdul Wahid mengatakan bahwa dana tersebut akan berasal dari kontribusi negara-negara maju, salah satunya Inggris.

“Kita wajib turunkan tingkat emisi dan negara maju mau memberikan kontribusi. Saya bertekad menjaga hutan dan lahan menjadi keuntungan ke depan,” kata Abdul Wahid dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2025–2029 di Pekanbaru, Senin (30/6/2025).

Ia yang baru saja mengikuti London Climate Week pekan lalu menyebutkan bahwa jika Bank Dunia menghargai 1 ton karbon seharga 5 dolar AS, maka United Nations Environment Programme (UNEP) dan donatur lainnya bisa memberikan harga 15–30 dolar AS per ton.

Jika Riau dapat menurunkan 200 ribu ton emisi per tahun, maka diperkirakan provinsi tersebut dapat memperoleh pendapatan hingga Rp4 triliun.

Ia mengatakan bahwa dalam pertemuan di Inggris, pihaknya telah bertemu dengan dua donatur, salah satunya Architecture for REDD+ Transactions (ART), sebuah organisasi yang menyediakan standar dan kerangka kerja untuk Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation (REDD+) di tingkat yurisdiksi.

Organisasi tersebut juga mengembangkan standar The Environmental Excellence Standard for REDD+ (TREES) untuk mengukur, memantau, melaporkan, dan memverifikasi hasil pengurangan serta penyerapan emisi dari kegiatan REDD+.

Abdul Wahid mengatakan bahwa pendapatan dari penjualan kredit karbon tersebut nantinya dapat digunakan untuk mendanai program-program lingkungan, seperti pembangunan di sektor lahan, kehutanan, lingkungan hidup, pertanian, dan transportasi.

“Mudah-mudahan bupati dan wali kota bisa tersenyum. Ini langkah yang harus dilakukan di tengah keterbatasan kemampuan fiskal untuk membangun,” ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement