REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR — Menteri Lingkungan Hidup/Kepala BPLH Hanif Faisol Nurofiq mengultimatum perusahaan-perusahaan yang terbukti melanggar tata kelola lingkungan di kawasan hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung, Puncak, Bogor, dan belum menindaklanjuti sanksi administratif. Dalam pernyataannya, Kementerian Lingkungan Hidup mengungkapkan sebanyak 13 kemitraan KSO (kerja sama operasi) menerima Sanksi Administratif Paksaan Pemerintah berupa kewajiban pembongkaran bangunan dan penanaman pohon.
Sementara itu, sembilan KSO lainnya dikenai sanksi pencabutan Persetujuan Lingkungan sebagai bentuk penanganan lapis kedua karena pemerintah daerah yang menerbitkan izin tidak menjalankan kewajiban pencabutan tersebut. KSO merupakan kesepakatan operasional antara beberapa perusahaan yang bergabung untuk menjalankan proyek bersama tanpa meleburkan badan hukum masing-masing.
“Dari tinjauan hari ini, saya pastikan bahwa beberapa unit usaha yang menjadi bagian kemitraan KSO dengan PTPN I Regional 2 telah memulai pembongkaran. Ada delapan gazebo dan satu restoran yang sudah dibongkar. Ini patut diapresiasi,” kata Hanif saat melakukan inspeksi mendadak di kawasan Puncak, Ahad (27/7/2025).
Namun, dari keseluruhan unit usaha yang dicabut izinnya, lebih dari separuh belum menunjukkan langkah nyata pembongkaran. Hanif menyampaikan ultimatum bahwa seluruh pembongkaran wajib rampung paling lambat akhir Agustus. Jika tidak, tambahnya, pemerintah akan menerapkan paksaan sesuai hukum perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
PT Prabu Sinar Abadi, Perkebunan Sdr. Juan Felix Tampubolon, CV Regi Putra Mandiri, PT Farm Nature and Rainbow, CV Al Ataar (Glamping Gayatri), CV Mega Karya Nugraha, PT Panorama Haruman Sentosa, PT Bobobox Asset Manajemen (Bobocabin Gunung Mas), PT Pelangi Asset International, dan PT Banyu Agung Perkasa (Kopi Puncak AJIP) merupakan 10 usaha prioritas yang teridentifikasi melakukan pelanggaran tata ruang dan izin lingkungan serta menerima surat peringatan paksaan pemerintah dan diminta melakukan pembongkaran secara mandiri.
CV Mega Karya Nugraha di Desa Tugu Selatan, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, sudah mulai melakukan pembongkaran. Perusahaan yang mengoperasikan wisata agro seperti pemandian dari mata air Ciburial, kedai kopi, gazebo, glamping, dan area perkemahan itu menerima Sanksi Administratif dari Menteri Lingkungan Hidup pada awal Mei lalu.
CV Mega Karya Nugraha menghentikan kegiatan operasional dan mulai melakukan pembongkaran mandiri, termasuk delapan unit gazebo dan satu bangunan restoran/kafe. Proses ini diharapkan selesai sebelum batas waktu Agustus 2025.

Hanif menegaskan 13 KSO wajib menyelesaikan pembongkaran sesuai tenggat yang diberikan. Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang tidak melaksanakan akan dikenai sanksi tambahan dan tindakan tegas.
“Mereka yang tidak mengindahkan akan kami tindak sesuai Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, khususnya Pasal 114 tentang sanksi pidana,” tegas Hanif.
Hanif menemui pengelola penginapan Bobocabin di Agrowisata Gunung Mas yang masih beroperasi meski sudah diberi sanksi. “Kalau ini belum dilakukan pembongkaran, kami akan kenakan Pasal 114. Tidak apa-apa, Bapak punya pengacara. Kita bertemu saja di pengadilan,” kata Hanif.
Hanif menambahkan, “Kami akan bantu lakukan pembongkaran. Ini tidak bisa ditawar. Kawasan hulu DAS tidak boleh dikotori oleh praktik usaha yang melanggar.”
Dari hasil pemantauan, sejumlah usaha telah memasang papan informasi pembongkaran, dan sembilan di antaranya mulai membongkar bangunan. KLH/BPLH menegaskan bahwa tenggat akhir Agustus bersifat final. Setelah itu, penindakan hukum akan dilakukan tanpa kompromi.
“Setelah tenggat akhir Agustus, kami akan tindak secara hukum. Tidak ada kompromi untuk kawasan hulu,” ujar Hanif.
Penertiban ini diperlukan untuk memulihkan kawasan hulu DAS Puncak yang sangat penting bagi daerah resapan air, kawasan konservasi hutan, dan pengendali banjir bagi wilayah Jabodetabek. Hanif menegaskan pemerintah berkomitmen menjaga kelestarian lingkungan dari praktik usaha ilegal dan tidak ramah lingkungan.
“Pemulihan kawasan hulu DAS adalah kepentingan strategis negara. Kita tidak bisa membiarkan kawasan lindung berubah jadi tempat glamping, resort, dan aktivitas komersial ilegal,” kata Hanif.
Hanif menegaskan tidak akan menghambat usaha yang tidak melanggar hukum dan merusak kawasan konservasi. “Kami tidak menghalangi usaha. Tapi kalau usaha itu melanggar dan merusak lingkungan di kawasan resapan, kami wajib bertindak. Ini bukan tentang hari ini, ini soal menyelamatkan masa depan,” kata Hanif.