Kamis 03 Jul 2025 11:09 WIB

Bukan ke TPA, Sampah Pasar Ini Diubah Jadi Kompos dan Maggot

Sampah organik dikelola dengan pendekatan berlapis.

Rep: Lintar Satria/ Red: Satria K Yudha
Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq saat meninjau Pasar Jaya Teluk Gong, Jakarta Utara, Selasa (2/7/2025).
Foto: KLH
Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq saat meninjau Pasar Jaya Teluk Gong, Jakarta Utara, Selasa (2/7/2025).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Pasar Teluk Gong di Jakarta Utara dapat dijadikan contoh pengelolaan sampah di pasar tradisional. Menteri Lingkungan Hidup/Kepala BPLH Hanif Faisol Nurofiq menyebut model yang diterapkan di pasar ini layak direplikasi di tempat lain.

“Pasar Teluk Gong merupakan salah satu titik penghasil sampah signifikan di Jakarta. Kita harus memperketat pengelolaan sampah dari hulu, termasuk kawasan pasar tradisional,” ujar Hanif saat melakukan inspeksi mendadak ke Pasar Jaya Teluk Gong, Selasa (1/6/2025).

Baca Juga

Pasar ini menghasilkan sekitar 4 meter kubik sampah per hari. Komposisinya terdiri atas 35 persen sampah organik, 63 persen anorganik, dan 2 persen limbah B3 seperti baterai dan kemasan bahan kimia.

Namun tidak seperti pasar tradisional lain yang cenderung membuang seluruh sampah ke TPA, Pasar Teluk Gong telah menerapkan sistem pemilahan dan pengolahan langsung dari sumber.

Sampah organik dikelola dengan pendekatan berlapis. Sebagian besar diolah menjadi kompos, dengan hasil sekitar 600 kilogram per bulan dari total 1.100 kilogram sampah organik.

Sebagian lainnya difermentasi menjadi pupuk organik cair, menghasilkan sekitar 45 liter setiap bulan dari 1.000 kilogram limbah. Inovasi juga datang dari budidaya maggot atau larva Black Soldier Fly (BSF), yang mampu mengurai hingga 25 kilogram sampah organik dalam waktu 20 hari.

Sementara itu, sampah anorganik dikelola secara kolaboratif dengan pemerintah kecamatan dan mitra swasta. Sampah plastik dikumpulkan rutin setiap pekan dengan volume 210 kilogram per bulan.

Bulu ayam dan tempurung kelapa dipilah harian oleh mitra pengelola, masing-masing mencapai 1.240 kilogram dan 1.550 kilogram per bulan. Sampah bernilai ekonomis seperti kardus, botol plastik, dan kaleng juga dikumpulkan dan dijual kembali, dengan volume sekitar 595 kilogram per bulan.

Berkat upaya ini, intensitas pengangkutan sampah ke TPA bisa ditekan secara signifikan. Jika sebelumnya sampah harus diangkut setiap hari, kini Suku Dinas Lingkungan Hidup Jakarta Utara hanya mengangkut tiga hingga empat hari sekali, dengan kapasitas per rit mencapai 7 meter kubik, setara dengan 49 hingga 56 meter kubik per bulan.

Hanif mengapresiasi langkah yang dilakukan pengelola pasar, komunitas pedagang, dan mitra lingkungan. Namun, ia menegaskan sistem ini masih perlu diperluas agar mencakup seluruh jenis sampah dan dapat berjalan secara lebih menyeluruh.

“Berdasarkan hasil tinjauan kami, proses pengolahan sampah sudah berjalan cukup baik. Namun perlu ditingkatkan agar lebih menyeluruh dalam mencakup seluruh jenis sampah,” ujarnya.

Kementerian Lingkungan Hidup menyatakan akan melakukan evaluasi lanjutan dan verifikasi sistematis terhadap pengelolaan sampah di Pasar Teluk Gong. Tujuannya adalah membangun model pengelolaan limbah pasar tradisional yang tidak hanya efektif, tetapi juga dapat diterapkan di berbagai kota lain sebagai bagian dari upaya mengurangi sampah dari hulu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement