Selasa 29 Jul 2025 15:15 WIB

Pertanian Berkelanjutan Solusi Cegah Karhutla

Praktik membakar lahan dilakukan secara turun-temurun karena minimnya pendampingan.

Rep: Lintar Satria/ Red: Satria K Yudha
Warga melintas saat terjadinya kebakaran lahan di Nagari Sulik Aia, Solok, Sumatera Barat, Sabtu (19/7/2025). Data BPBD Kabupaten Solok, kebakaran hutan dan lahan (karhutla) terjadi di sejumlah titik di daerah itu menyebabkan sedikitnya 300 hektare area perkebunan dan hutan terbakar serta sebagian sudah mendekati permukiman.
Foto: ANTARA FOTO/Iggoy el Fitra
Warga melintas saat terjadinya kebakaran lahan di Nagari Sulik Aia, Solok, Sumatera Barat, Sabtu (19/7/2025). Data BPBD Kabupaten Solok, kebakaran hutan dan lahan (karhutla) terjadi di sejumlah titik di daerah itu menyebabkan sedikitnya 300 hektare area perkebunan dan hutan terbakar serta sebagian sudah mendekati permukiman.

REPUBLIKA.CO.ID, MEMPAWAH — Pendekatan pertanian berkelanjutan dinilai menjadi solusi efektif mencegah kebakaran hutan dan lahan (karhutla), khususnya di wilayah gambut yang rawan terbakar. Salah satu contohnya diterapkan di Kalimantan Barat (Kalbar) dengan pendampingan kepada petani untuk membuka lahan tanpa membakar.

Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN) mendampingi kelompok tani di Desa Malikian, Kecamatan Mempawah Hilir, Kabupaten Mempawah, untuk mengelola pertanian gambut secara ramah lingkungan. Upaya ini dilakukan guna mengurangi potensi karhutla yang kerap terjadi di musim kemarau.

Baca Juga

“Jadi kami buat pupuk sendiri, buat pestisida sendiri dengan bahan-bahan yang kami miliki di desa kami,” kata Syahrin, petani Malikian, dalam siaran pers YKAN, dikutip pada Selasa (29/7/2025).

Syahrin menyebut praktik membakar lahan sebelumnya dilakukan secara turun-temurun karena minimnya pendampingan. Namun kini para petani mendapat bekal pengetahuan dari sekolah lapangan yang difasilitasi YKAN.

“Sekarang sudah ada YKAN yang mendampingi. Kami dibekali berbagai ilmu. Perkiraan kami, tahun depan kebun-kebun ini sudah bisa menghasilkan jahe, jagung, semangka, dan lainnya,” katanya.

Dengan pendekatan ini, petani tidak lagi perlu berpindah-pindah lahan atau membuka lahan baru yang berisiko dibakar, sehingga turut menurunkan potensi karhutla.

Kepala Subdirektorat Penanggulangan Kebakaran Hutan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Israr Albar, mengatakan praktik ini mendukung program Pembukaan Lahan Tanpa Bakar (PLTB) yang tengah digencarkan pemerintah.

“Di Mempawah ini sekitar 44 persen wilayahnya merupakan lahan gambut dengan kedalaman 4 sampai 10 meter. Ketika kemarau, sangat rentan terbakar. Kita tahu, salah satu sumber emisi terbesar adalah kebakaran lahan gambut,” ujarnya.

Manajer Senior Karbon Kehutanan dan Perubahan Iklim YKAN, Nisa Novita, menambahkan pendekatan pertanian berkelanjutan dilengkapi dengan pembangunan sekat kanal untuk membasahi kembali lahan gambut yang mengering. YKAN juga membentuk Masyarakat Peduli Api (MPA) sebagai garda terdepan pencegahan karhutla.

“Kebakaran hutan yang biasanya terjadi pada Juli–Oktober tidak hanya meningkatkan emisi gas rumah kaca, tapi juga mengganggu habitat satwa, kesehatan masyarakat, dan menyebabkan kerugian ekonomi,” kata Nisa.

Menurutnya, restorasi berbasis masyarakat, termasuk penerapan pertanian tanpa bakar, sangat penting untuk mengurangi tekanan terhadap ekosistem gambut.

Gambut berperan penting dalam menyimpan karbon, namun terus terdegradasi akibat drainase, pembalakan liar, dan kebakaran.

Data BPBD Kalbar mencatat, selama Januari–Agustus 2024 sebanyak 13.054,70 hektare hutan dan lahan terbakar. Dari jumlah tersebut, 1.000,91 hektare merupakan lahan gambut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement