Rabu 10 Sep 2025 07:19 WIB

Riau Jadi Percontohan Uji Coba Pembiayaan Hutan Berbasis Hasil

Program ini menargetkan penurunan deforestasi dan degradasi lahan.

Rep: Lintar Satria / Red: Satria K Yudha
Siswa dari SDN 012 Muara Bio mengikuti pembelajaran tentang ekosistem hutan di Rumah Belajar Konservasi dan Ekowisata (RBKE) di kawasan Tanjung Belit, Kecamatan Kampar Kiri Hulu, Kabupaten Kampar, Riau, Rabu (11/12/2024).
Foto: Republika/Thoudy Badai
Siswa dari SDN 012 Muara Bio mengikuti pembelajaran tentang ekosistem hutan di Rumah Belajar Konservasi dan Ekowisata (RBKE) di kawasan Tanjung Belit, Kecamatan Kampar Kiri Hulu, Kabupaten Kampar, Riau, Rabu (11/12/2024).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Riau menjadi provinsi pertama di Indonesia yang menerapkan model pembiayaan hutan berbasis hasil melalui skema REDD+. Inisiatif bertajuk Green for Riau ini diluncurkan oleh Program Lingkungan PBB (UNEP), Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO), serta pemerintah Indonesia dengan dukungan Inggris.

Program ini menargetkan penurunan deforestasi dan degradasi lahan akibat pengeringan gambut, kebakaran hutan, dan alih fungsi lahan besar-besaran. Hampir lima juta hektare gambut kaya karbon di Riau diproyeksikan menjadi sumber utama penurunan emisi yang dapat diakses lewat pasar karbon internasional.

Baca Juga

“Dengan menyelaraskan aksi daerah dengan target iklim nasional, Riau menunjukkan bagaimana Tujuan Pembangunan Berkelanjutan dapat diwujudkan dari tingkat lokal. Ini bukti nyata kepemimpinan lokal bisa berdampak nasional bahkan global,” ujar UN Resident Coordinator untuk Indonesia, Gita Sabharwal, Senin (8/9/2025).

Skema ini menggabungkan teknologi pemantauan berbasis kecerdasan buatan (AI), citra satelit, verifikasi lapangan, dan model prediksi karbon sesuai standar global REDD+. Namun, AI tidak berdiri sendiri. Proses pengambilan keputusan tetap memasukkan kearifan lokal dan persetujuan masyarakat adat.

“AI tidak bisa sepenuhnya dijadikan tumpuan. Ia harus memperhitungkan adat atau kearifan lokal, praktik tradisional yang diwariskan turun-temurun lewat pengamatan terhadap alam,” kata Ketua Majelis Kerapatan Adat Melayu Riau, Datuk H. Marjohan Yusuf.

Dalam peluncuran Green for Riau, komunitas adat menandatangani deklarasi bersama untuk memperkuat hak mereka melindungi hutan. Kesepakatan ini menjadi dasar perlindungan sosial dan pembagian manfaat sesuai Social Safeguards Information System Indonesia.

Deputi Direktur UNEP untuk Asia-Pasifik, Marlene Nilsson, menekankan proyek ini bukan sekadar mitigasi karbon. “Proyek ini tidak hanya melindungi hutan, namun juga memberdayakan masyarakat. Riau menjadi contoh bagaimana aksi iklim bisa berjalan seiring perlindungan mata pencaharian dan keanekaragaman hayati,” ujarnya.

Selain menjaga emisi, manfaatnya meluas ke perlindungan satwa ikonik seperti orangutan, harimau, dan gajah Sumatra. Dengan tata kelola lahan yang diperkuat, proyek ini diharapkan menarik investasi publik maupun swasta dan membuka akses pembiayaan hingga ratusan juta dolar per tahun.

“Riau menjadi provinsi pertama di Indonesia yang mengadopsi standar global pengelolaan hutan berkelanjutan. Langkah ini akan membuka akses pembayaran berbasis hasil yang berintegritas tinggi, sekaligus menunjukkan bagaimana standar global bisa menghasilkan pertumbuhan yang berkelanjutan dan inklusif,” ujar Sabharwal.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement