Jumat 12 Sep 2025 15:05 WIB

KLH Fasilitasi Transisi 14 Proyek Karbon ke Skema Perjanjian Paris

Proyek-proyek ini mencakup sejumlah inisiatif energi bersih.

Penampakan bendungan Kerinci, Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Kerinci di aliran Sungai Batang Merangin, Kerinci, Jambi, Rabu (27/8/2025). Progres pembangunan PLTA yang dibangun PT Kerinci Merangin Hidro untuk memasok energi listrik di Pulau Sumatera yang diproyeksikan memiliki kapasitas nilai kelistrikan sebesar 350 megawatt tersebut telah mencapai 95 persen dan ditargetkan beroperasi pada November 2025.
Foto: ANTARA FOTO/Wahdi Septiawan
Penampakan bendungan Kerinci, Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Kerinci di aliran Sungai Batang Merangin, Kerinci, Jambi, Rabu (27/8/2025). Progres pembangunan PLTA yang dibangun PT Kerinci Merangin Hidro untuk memasok energi listrik di Pulau Sumatera yang diproyeksikan memiliki kapasitas nilai kelistrikan sebesar 350 megawatt tersebut telah mencapai 95 persen dan ditargetkan beroperasi pada November 2025.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Sebanyak 14 proyek pengurangan emisi karbon di Indonesia akan bertransisi ke skema Perjanjian Paris. Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) memastikan proses transisi berjalan sesuai mekanisme yang diatur Pasal 6.4 dalam Perjanjian Paris.

Deputi Pengendalian Perubahan Iklim dan Tata Kelola Nilai Ekonomi Karbon KLH/Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (BPLH) Ary Sudijanto mengatakan, proyek-proyek itu sebelumnya berjalan di bawah Mekanisme Pembangunan Bersih (Clean Development Mechanism/CDM) dalam kerangka Protokol Kyoto yang berakhir pada 2020.

Baca Juga

“Sampai 2023 itu ternyata masih ada proyek yang masih jalan. Kemudian UNFCCC memberikan kesempatan kalau masih jalan, maka bisa dilanjutkan tetapi harus bertransformasi ke skema Perjanjian Paris,” jelas Ary di Jakarta, Jumat (12/9/2025).

Di Indonesia terdapat 17 proyek CDM, dengan 14 di antaranya memenuhi syarat untuk melanjutkan ke mekanisme baru yang dikenal sebagai Paris Agreement Crediting Mechanism (PACM). KLH menargetkan pelaporan proyek-proyek tersebut ke Sekretariat UNFCCC dapat diselesaikan dalam tiga bulan ke depan.

“Dari 14 proyek tersebut ada sekitar 4,8 juta ton CO2 ekuivalen,” ujar Ary.

Proyek-proyek itu mencakup sejumlah inisiatif energi bersih, antara lain pembangkit geotermal, pengolahan biogas dari limbah, Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA), hingga penangkapan gas metana.

Dengan transisi ini, pengurangan emisi yang dihasilkan dapat diperdagangkan sesuai mekanisme global yang berlaku di bawah Perjanjian Paris.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement