REPUBLIKA.CO.ID, BAGHDAD -- Irak meresmikan pembangkit listrik tenaga surya skala industri pertama di negara itu. Pembangkit yang berada di tengah gurun Provinsi Karbala tersebut merupakan bagian dari upaya pemerintah Irak memperluas produksi energi terbarukan di tengah krisis listrik yang kronis, meskipun negara itu kaya minyak dan gas.
“Ini adalah proyek pertama di Irak dengan kapasitas sebesar ini,” kata Direktur Eksekutif Pembangkit Tenaga Surya Karbala, Safaa Hussein, Ahad (21/9/2025).
Dari udara, proyek itu tampak seperti kota hitam yang dikelilingi hamparan pasir. Hussein menjelaskan pembangkit tersebut akan memasok listrik ke jaringan nasional. “Tujuannya mengurangi konsumsi bahan bakar, terutama saat beban puncak di siang hari, serta menekan dampak lingkungan negatif dari emisi gas,” ujarnya.
Menurut Kepala Tim Nasional Proyek Energi Surya di Kantor Perdana Menteri Irak, Nasser Karim al-Sudani, pembangkit di Karbala mampu menghasilkan hingga 300 megawatt listrik pada waktu puncaknya. Proyek lain yang sedang dibangun di Provinsi Babil akan memiliki kapasitas 225 megawatt.
Sementara itu, proyek berkapasitas 1.000 megawatt di Provinsi Basra, Irak selatan, juga akan segera dimulai. Proyek-proyek tersebut merupakan bagian dari rencana ambisius pemerintah untuk mengembangkan energi surya skala besar guna mengatasi kekurangan listrik kronis.
Wakil Menteri Kelistrikan Irak, Adel Karim, mengatakan saat ini terdapat proyek energi surya dengan total kapasitas 12.500 megawatt yang tengah dalam tahap implementasi, persetujuan, atau negosiasi. Jika terealisasi penuh, proyek itu akan memasok 15 hingga 20 persen kebutuhan listrik nasional, tidak termasuk wilayah semi-otonom Kurdi di utara.
“Semua perusahaan yang telah kami kontrak atau masih dalam negosiasi akan menjual listrik kepada kami dengan harga yang sangat menarik, dan kami akan menjualnya kembali kepada konsumen,” kata Karim.
Namun, ia menolak mengungkapkan harga pembelian listrik tersebut. Meskipun kaya minyak dan gas, Irak mengalami kekurangan listrik akibat perang, korupsi, dan salah urus selama beberapa dekade terakhir.
Pemadaman listrik kerap terjadi, terutama pada musim panas yang terik. Banyak warga Irak terpaksa mengandalkan generator diesel atau bertahan dalam suhu lebih dari 50 derajat Celsius tanpa pendingin udara.
Karim menyebut Irak saat ini memproduksi antara 27.000 hingga 28.000 megawatt listrik, sementara konsumsi nasional berkisar 50.000 hingga 55.000 megawatt.
Pembangkit listrik berbahan bakar gas Iran menyumbang sekitar 8.000 megawatt dari total pasokan saat ini. Ketergantungan Irak pada impor gas dan listrik dari Iran berisiko melanggar sanksi Amerika Serikat (AS).
Awal tahun ini, Washington mengakhiri pembebasan sanksi untuk pembelian listrik langsung dari Iran, namun tetap memberikan keringanan untuk impor gas.
View this post on Instagram