REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — PT Pertamina International Shipping (PIS) menegaskan kesiapan perusahaan dalam mendukung pengembangan bisnis angkutan karbon, khususnya untuk mendukung implementasi penyimpanan karbon atau carbon capture and storage/carbon capture utilisation and storage (CCS/CCUS).
VP Business Development PIS Muthia Rizky Neldi mengatakan, PIS melihat peluang besar untuk menjadi penghubung strategis antara emitor, operator terminal, dan penyedia penyimpanan karbon.
"Kapabilitas armada dan infrastruktur kami memungkinkan PIS untuk menjadi pemain kunci dalam pengangkutan CO2 terlikuidasi (LCO2)," ujarnya dalam keterangan tertulis di Jakarta, Rabu (11/9/2025).
Dalam perhelatan The 5th Asia CCUS Network Forum di Jakarta, PIS menyoroti pentingnya transportasi CO2 lintas negara sebagai bagian dari rantai pasok global dekarbonisasi. Saat ini PIS mengoperasikan lebih dari 106 kapal milik berbagai tipe, termasuk gas carrier, crude carrier, petrochemical carrier, hingga very large gas carrier (VLGC). Sebanyak 65 kapal di antaranya melayani rute internasional di 63 jalur perdagangan global dengan dukungan kantor perwakilan di Singapura, Dubai, dan London.
"Kapabilitas armada ini menjadi fondasi untuk memperluas bisnis ke sektor angkutan karbon lintas negara," kata Muthia.
Dalam rencana pengembangannya, PIS menyiapkan operasi LCO2 carriers yang akan mengangkut karbon hasil tangkapan dari sumber emisi industri, seperti pembangkit listrik, kilang, maupun produksi amonia. Karbon tersebut kemudian akan didistribusikan ke terminal penerima darat untuk disalurkan melalui jaringan pipa ke lokasi penyimpanan bawah laut.
Muthia menyebut Indonesia memiliki potensi besar dalam penyimpanan karbon, salah satunya cekungan Sunda Asri yang diperkirakan mampu menampung sekitar 1,1 gigaton CO2. Dengan posisi geografis yang strategis, PIS optimistis Indonesia dapat menjadi pusat CCS/CCUS regional di Asia Tenggara.
Selain itu, PIS juga mengembangkan solusi teknologi cerdas melalui PIS-SmartShip. Hingga pertengahan 2025, sekitar 50 persen armada kapal telah dilengkapi fitur SmartShip 2.0 untuk efisiensi operasional dan pemantauan emisi. Teknologi ini mampu menghemat 324 ton bahan bakar dan 1.021 ton CO2 hanya dalam satu bulan operasi, sekaligus mendukung perhitungan Carbon Intensity Indicator (CII) secara real time.
"Penerapan teknologi ini menjadi jembatan penting menuju kesiapan PIS dalam mendukung angkutan karbon. Kami tidak hanya menyiapkan kapal yang andal, tetapi juga sistem digital yang memastikan efisiensi energi dan pengurangan emisi di seluruh rantai pasok," ujarnya.
Muthia menambahkan, partisipasi PIS dalam forum ini menjadi bukti kontribusi aktif Indonesia dalam membangun ekosistem CCS/CCUS regional. Hal ini sejalan dengan target net zero emission Indonesia pada 2060 sekaligus mendorong pemenuhan komitmen iklim global.
"Perusahaan berkomitmen untuk terus memperluas kolaborasi dengan mitra internasional dalam rangka mewujudkan transportasi karbon yang andal, efisien, dan berkelanjutan," katanya.