Rabu 15 Oct 2025 13:05 WIB

Menteri LH Siapkan Mekanisme Pengawasan untuk Jaga Integritas Karbon Indonesia

Kementerian LH gandeng Kejagung dan IOJI perkuat pengawasan instrumen karbon nasional

Layar menampilkan informasi pergerakan perdagangan karbon internasional pada awal pembukaan di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Senin (20/1/2025). Setelah resmi diluncurkan hari ini, Bursa Karbon Indonesia (IDX Carbons) menargetkan perdagangan 500.000 hingga 750.000 ton CO2 ekuivalen serta 200 pengguna jasa pada 2025.
Foto: ANTARA FOTO/Muhammad Ramdan
Layar menampilkan informasi pergerakan perdagangan karbon internasional pada awal pembukaan di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Senin (20/1/2025). Setelah resmi diluncurkan hari ini, Bursa Karbon Indonesia (IDX Carbons) menargetkan perdagangan 500.000 hingga 750.000 ton CO2 ekuivalen serta 200 pengguna jasa pada 2025.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Lingkungan Hidup (LH) Hanif Faisol Nurofiq menyampaikan, pemerintah saat ini tengah menyiapkan mekanisme pengawasan dan pengamanan untuk menjaga integritas karbon Indonesia, berdasarkan terbitnya aturan Nilai Ekonomi Karbon (NEK) terbaru.

Ditemui usai penandatanganan Nota Kesepahaman (MoU) antara Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) dan Indonesia Ocean Justice Initiative (IOJI) di Jakarta, Rabu, Menteri LH/Kepala BPLH Hanif menjelaskan bahwa telah terbit Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 110 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Instrumen Nilai Ekonomi Karbon dan Pengendalian Emisi Gas Rumah Kaca Nasional pada 10 Oktober lalu sebagai dasar kebijakan karbon Indonesia.

Baca Juga

“Mudah-mudahan dalam waktu yang tidak terlalu lama, kami dengan Pak Jaksa Agung bisa merumuskan langkah-langkah operasional yang memang diperlukan untuk menjaga, men-safeguard penyelenggaraan nilai ekonomi karbon dalam kedua sisi, di sisi skema voluntary maupun sisi compliance. Dua hal ini harus berjalan beriringan,” ujar Menteri LH Hanif Faisol Nurofiq.

Ia mengingatkan bahwa integritas karbon sangat penting, karena ketika terjadi fraud atau penipuan, dampaknya akan dirasakan terhadap seluruh karbon di Indonesia. Hal itu dapat terjadi karena hilangnya tingkat kepercayaan pasar terhadap karbon di Tanah Air.

Beberapa hal yang menjadi sorotan antara lain proses sertifikasi karbon dan ketiadaan additionality atau nilai tambah dari karbon yang diperdagangkan.

Menteri LH menegaskan bahwa instrumen pengawasan sangat diperlukan, mengingat Indonesia telah menandatangani Mutual Recognition Agreement (MRA) atau Persetujuan Saling Pengakuan dengan badan standar karbon global, yakni Verra (VCS Program), Global Carbon Council, Plan Vivo, dan Gold Standard, serta memiliki Letter of Intent dengan Puro Earth.

Untuk itu, ia mengharapkan diskusi lebih lanjut dengan Kejaksaan Agung (Kejagung) dan sejumlah organisasi, termasuk IOJI, dapat merumuskan formula awal dari mekanisme safeguard tersebut.

“Harapan saya tentu di kesempatan yang berbahagia ini, dengan IOJI bersama teman-teman Kejaksaan dan Kementerian Lingkungan Hidup, dapat merumuskan formula awal yang bisa dijadikan semacam surat keputusan bersama antara saya dengan Jaksa Agung, sambil kita akan naikkan menjadi instrumen yang lebih tinggi lagi,” kata Menteri LH Hanif Faisol Nurofiq.

sumber : ANTARA
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement