REPUBLIKA.CO.ID,DEPOK -- Siapa sangka, dari dapur kecil di kawasan Limo, Depok, kini lahir UMKM yang mampu menjual produknya hingga ke Jakarta dan Bogor. “Kue Gelek”, usaha camilan tradisional rumahan yang dikelola Ibu Yanti, kini naik kelas berkat sentuhan digitalisasi dan manajemen modern yang digagas tim dosen Universitas Sahid Jakarta.
Transformasi besar ini merupakan bagian dari program Pengabdian kepada Masyarakat (PKM) Universitas Sahid Jakarta dengan skema Pemberdayaan Berbasis Masyarakat – Kemitraan Masyarakat, di bawah Direktorat Jenderal Riset dan Pengembangan, Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi.
Tidak ada kode iklan yang tersedia.
Sebelumnya, usaha “Kue Gelek” hanya memproduksi sekitar 10-15 kilogram camilan per minggu dengan pencatatan manual dan pasar yang terbatas di sekitar Limo. Namun sejak pendampingan yang dimotori Edison Sembiring Colia** bersama Sugianto dan Guntur Syahputra Saragih, usaha kecil ini berubah wajah menjadi UMKM modern berbasis digital.
Melalui pelatihan intensif dan bantuan perangkat seperti photo studio kit, lighting set, dan live streaming kit, “Kue Gelek” kini mampu memproduksi konten promosi profesional dan berjualan melalui platform daring.
“Saya tidak pernah membayangkan bisa menjual kue lewat TikTok dan Shopee. Sekarang pelanggan datang bukan hanya dari Depok, tapi juga Jakarta dan Bogor,” ujar Ibu Yanti di Depok, Jumat (31/10/2025).
Dari sisi manajemen, sistem kerja kini lebih tertata dengan jadwal berbasis Google Sheet, pembagian tugas yang jelas, serta pencatatan keuangan otomatis yang dapat diakses kapan saja.
Evaluasi program pada kuartal keempat 2025 menunjukkan peningkatan signifikan. Tingkat pengetahuan mitra melonjak dari 28 persen menjadi 88 persen, sementara pemahaman manajerial meningkat dari 24 persen menjadi 90 persen.
Tak hanya itu, omzet usaha juga naik hingga 60 persen, berkat strategi pemasaran digital dan peningkatan efisiensi.
“Mereka kini berpikir strategis, paham segmentasi pasar, dan mampu memanfaatkan teknologi sederhana untuk efisiensi,” kata Edison.
Sedangkan menurut Sugianto, keberhasilan “Kue Gelek” menjadi bukti bahwa pemberdayaan masyarakat bisa dimulai dari skala kecil, asalkan dilakukan dengan terarah dan berkelanjutan.
“Keberhasilan ‘Kue Gelek’ adalah bukti bahwa pemberdayaan masyarakat bisa dimulai dari hal kecil, asal dilakukan secara terarah dan berkelanjutan,” jelasnya.
Ke depan, tim Universitas Sahid berencana melanjutkan pendampingan selama 3-6 bulan untuk memperkuat legalitas usaha, seperti penerbitan Nomor Induk Berusaha (NIB) dan izin PIRT, serta membentuk Kelompok Usaha Bersama (KUB) bagi pelaku UMKM kuliner di Limo.
Selain itu, tim juga akan membantu penguatan branding, desain kemasan profesional, dan pengembangan konten kreatif agar mampu bersaing di pasar nasional.
Dengan sistem manajemen digital yang sudah berjalan, "Kue Gelek” kini menjadi contoh nyata bahwa inovasi dan pendidikan tinggi dapat menjadi kunci kebangkitan ekonomi lokal.