REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Yayasan Rumah Energi meluncurkan rekomendasi kebijakan untuk memperkuat peran koperasi sebagai aktor transisi energi, Selasa (9/12/2025). Rekomendasi itu bertajuk “Koperasi Hijau dalam Membangun Ekosistem Energi Terbarukan sebagai Strategi Mitigasi Krisis Iklim”.
Kegiatan paparan rekomendasi mempertemukan kementerian terkait, lembaga keuangan negara, dinas koperasi daerah, serta organisasi koperasi untuk merumuskan arah kebijakan energi bersih yang lebih inklusif.
Rumah Energi menilai koperasi memiliki posisi strategis untuk memastikan akses energi terbarukan menjangkau rumah tangga dan desa yang selama ini tertinggal dari pembangunan energi nasional. Deputi Bidang Kelembagaan dan Digitalisasi Koperasi Kementerian Koperasi Henra Saragih juga mengamini bahwa koperasi memiliki peran penting dalam proses tersebut.
“Transisi energi tak boleh meninggalkan desa dan hanya menguntungkan kota. Koperasi dapat menjadi aktor kunci dalam transisi energi,” kata Henra Saragih.
Selama satu tahun terakhir, Rumah Energi bersama ClimateWorks Foundation menjalankan Green Cooperative Policy Readiness Project untuk menganalisis kesiapan koperasi dalam pengelolaan energi bersih. Proyek ini mencakup survei baseline terhadap 85 koperasi, pelatihan bagi 154 koperasi dan dinas koperasi, serta penyusunan modul pembelajaran yang kini terintegrasi dalam LMS Kementerian Koperasi.
Direktur Eksekutif Rumah Energi Sumanda Tondang menyebut karakter koperasi memungkinkan terciptanya kepemilikan lokal atas proyek energi. “Koperasi bisa menjadi kendaraan ideal yang dapat diutilisasi untuk mewujudkan transisi energi berkeadilan di Indonesia,” ujar Sumanda.
Menurutnya, integrasi prinsip Environmental, Social, and Governance (ESG) dalam pendampingan koperasi dapat mendorong pemberdayaan masyarakat sekaligus memperkuat akses energi bersih. Rekomendasi kebijakan yang dibahas diharapkan menjadi pijakan kolaborasi lintas lembaga.
Rekomendasi disusun melalui FGD dan analisis regulasi yang memetakan peluang kebijakan, kesenjangan aturan, serta peta jalan pengembangan koperasi hijau. Rumah Energi menilai koperasi memiliki keunggulan sebagai motor ekonomi rakyat dengan jangkauan luas di pedesaan. Basis komunitas ini menjadikan koperasi aktor penting dalam transisi energi berkeadilan.
Dalam rekomendasinya, Rumah Energi menekankan perlunya konsolidasi kebijakan yang sudah ada serta penguatan orkestrasi program. Instrumen seperti tagging hijau di Kemenkop, integrasi variabel koperasi hijau ke dalam Indeks Desa Membangun oleh Kemendes, hingga penguatan profil koperasi hijau dalam desain IRID dan EFT di Kemenkeu dinilai dapat dijalankan tanpa perubahan undang-undang. Langkah ini bertujuan memastikan koperasi hijau terbaca dalam sistem perencanaan dan penganggaran pusat-daerah.
Pemerintah daerah juga didorong memanfaatkan Dana Desa untuk mendukung portofolio koperasi hijau, mulai dari modal awal hingga pembiayaan pra-investasi dan penguatan kelembagaan. Ruang ini dibutuhkan agar proyek energi terbarukan di tingkat desa memiliki dasar kelembagaan yang memadai. Tanpa integrasi lintas sektor, peluang kebijakan energi dan penguatan koperasi akan sulit dimanfaatkan.
Bagian lain rekomendasi menyoroti pentingnya pembiayaan hijau melalui koperasi. Rumah Energi menilai peningkatan bankability koperasi hijau harus diikuti skema pembiayaan terpadu bersama BRI, PNM, LPDB, perguruan tinggi, dan pemerintah daerah. Pengembangan Kredit Usaha Rakyat (KUR) hijau berbasis koperasi dinilai dapat mempercepat adopsi teknologi ramah lingkungan.
Selain itu, koperasi yang berpengalaman menyalurkan kredit kecil dapat terlibat dalam pembiayaan panel surya rumah tangga, biodigester biogas, atau teknologi lingkungan lainnya. Data program Biogas Rumah (BIRU) menunjukkan sebagian kecil koperasi telah mulai memfasilitasi pembiayaan energi terbarukan dan praktik pertanian cerdas iklim. Contoh ini disebut membuktikan kemampuan koperasi menjadi enabler inovasi hijau.
Dalam paparannya, Rumah Energi juga menekankan perlunya harmonisasi regulasi antar kementerian agar kebijakan nasional dapat dijalankan efektif hingga ke tingkat daerah. Fragmentasi aturan menyebabkan berbagai program energi terbarukan dan penguatan koperasi berjalan tanpa sinkronisasi yang memadai. Padahal, banyak instrumen fiskal dan kelembagaan dapat saling menguatkan jika diintegrasikan.
Oleh karena itu, political will pemimpin lembaga menjadi faktor krusial. Penyelarasan prioritas, integrasi lintas kementerian, serta mandat yang jelas bagi pemerintah daerah diperlukan agar kebijakan energi tidak berhenti pada dokumen, tetapi diwujudkan dalam program yang relevan. Rumah Energi berharap rekomendasi ini menjadi rujukan bersama dalam membangun ekosistem koperasi hijau yang lebih kuat untuk mendukung transisi energi berkeadilan.