REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Salju yang turun pada bulan Oktober di Siberia diyakini bisa menjadi tolok ukur seberapa dingin dan bersalju musim dingin di sebagian besar wilayah Amerika Serikat. Prakiraan ini dibuat oleh Ahli Meteorologi, Judah Cohen, melalui Atmospheric and Environmental Research, sebuah perusahaan Verisk Analytics.
Menurut Cohen, salju yang turun bulan ini di Siberia akan membantu menentukan tingkat keparahan cuaca musim dingin terutama di bagian tengah dan timur AS. Selama lebih dari dua dekade, Cohen mengatakan bahwa prakiraan musim dingin yang mengacu pada salju Siberia memiliki tingkat akurasi hampir 75 persen.
Volume salju yang menyelimuti Siberia pada musim gugur membantu Cohen merumuskan prakiraannya, lantaran udara dingin di wilayah tersebut perlahan-lahan akan turun ke Eropa dan akhirnya ke Amerika Utara pada pertengahan musim dingin. Intinya, lebih banyak salju di Siberia sama dengan udara yang lebih dingin dan potensi lebih banyak salju dari biasanya di AS.
Siklus ini juga memengaruhi pola iklim berskala besar, dengan lebih banyak lapisan salju yang mengakibatkan pusaran kutub (polar vortex). Pusaran kutub sering mengakibatkan suhu dingin yang sangat ekstrim ke wilayah AS bagian timur. Hal ini juga cenderung mengubah pola iklim Osilasi Arktik menjadi "negatif", tanda lain dari musim dingin yang lebih dingin di Timur.
Penelitian Cohen tentang interaksi yang kompleks ini terus berkembang. Baru-baru ini, dia meneliti apa yang terjadi ketika pusaran kutub memanjang dan meregang seperti karet gelang.
"Ketika polar vortex meregang, kemungkinan cuaca musim dingin yang parah di AS akan meningkat," kata Cohen seperti dilansir USA Today, Selasa (10/10/2023).
Salju Siberia biasanya tidak memengaruhi prakiraan musim dingin di AS bagian barat, karena udara dingin yang disalurkannya dari Kutub Utara cenderung terhalang oleh pegunungan di wilayah tersebut, dan salju juga tidak berperan dalam curah hujan di sana.
Cohen, yang penelitiannya didanai oleh National Science Foundation, mengatakan bahwa ia menemukan hubungan antara lapisan salju di Siberia dan cuaca di AS secara tidak sengaja. Sebagai mahasiswa pascadoktoral, ia melakukan eksperimen pemodelan iklim global untuk menentukan pengaruh tutupan salju di Amerika Utara yang tidak biasa terhadap pola iklim berskala besar lainnya.
Alih-alih, ia menemukan hubungan kuat yang kini menjadi dasar prediksinya, yang menurutnya 75 persen akurat sejak ia mulai memasukkan tutupan salju Siberia sebagai faktor dalam prakiraan musim dingin pada tahun 1999.
Musim dingin lalu, ia dengan tepat memprediksi musim dingin ringan yang dialami sebagian besar wilayah timur AS. "Satu wilayah yang mungkin terlewatkan oleh kami adalah suhu dingin di AS bagian barat daya," kata dia.
Musim dingin biasanya terjadi mulai dari 20 Desember hingga 21 Maret.