REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kegiatan pariwisata membawa dampak terhadap emisi karbon yang menyebabkan triple planetary crisis, yaitu ancaman perubahan iklim, peningkatan polusi, dan kehilangan keanekaragaman hayati.
Menurut data Carbon Footprint of Global Tourism, transportasi penerbangan untuk mengangkut wisatawan memberikan kontribusi hingga 49 persen dan food and beverage (berupa sisa makanan dan minuman) sebesar 10 persen. Akibatnya, hampir semua negara di dunia, termasuk Indonesia, dihadapkan pada situasi triple planetary crisis. Sebagai solusi, perlu dibangun ekonomi hijau dengan mendorong investasi hijau.
Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI (Kemenparekraf) sendiri telah menargetkan pengurangan emisi karbon di sektor pariwisata hingga 50 persen pada tahun 2030, dan mencapai nol emisi pada tahun 2045. Untuk mewujudkan itu, dilakukan tindakan kolektif dalam penerapkan Energi Baru dan Terbarukan (EBT) yang diperkirakan akan memberi dampak signifikan terhadap perkembangan pariwisata sehingga menjadi peluang bagi investasi hijau di bidang pariwisata.
"Kemenparekraf juga mendorong pariwisata yang berkelanjutan yang dapat memberikan dampak jangka panjang, baik terhadap lingkungan, sosial, budaya, serta ekonomi untuk masa kini dan masa depan bagi seluruh masyarakat lokal maupun wisatawan yang berkunjung," kata Kepala Biro Komunikasi Kemenparekraf, I Gusti Ayu Dewi Hendriyani, saat dihubungi Republika, dikutip Senin (25/12/2023)
Selain itu, kata Dewi, wisata ramah lingkungan juga diterapkan melalui konsep pengembangan pariwisata berkelanjutan, dimana saat ini banyak diaplikasikan melalui pengembangan desa wisata yang menerapkan prinsip-prinsip pariwisata berkelanjutan.
Menurut Dewi, ada beberapa jenis wisata ramah lingkungan yang dapat diidentifikasi dalam konteks pariwisata berkelanjutan dan ramah lingkungan, di antaranya ekowisata, wisata budaya, wisata laut dan pesisir, wisata hutan, wisata permaculture, wisata transportasi berkelanjutan, wisata teknologi hijau. Lalu ada juga wisata penelitian dan pendidikan, wisata ekologi perkotaan, wisata pemanfaatan energi terbarukan, wisata pulau, wisata penelitian dan pendidikan, dan lainnya.
Hingga tahun 2023 terdapat 4.674 desa wisata yang tersebar seluruh Tanah Air. Kemenparekraf mentargetkan sebanyak 244 desa wisata tersetifikasi menjadi desa wisata mandiri, sebanyak 150 desa wisata tersebut berada di 5 destinasi pariwisata super prioritas (DPSP) Danau Toba, Borobudur, Mandalika, Labuan Bajo, dan Likupang.
Wisata pedesaan yang dikembangkan di destinasi desa wisata di antaranya mendapatkan penghargaan kelas dunia dari Badan Pariwisata Dunia (UNWTO) antara lain; Desa Wisata Penglipuran, Desa Wisata Pemuteran, Desa Wisata Nglaggeran, Desa Wisata Penting Sari.
"Desa Wisata Penglipuran mendapat penghargaan sebagai Sustainable Destinations Top-100 dunia, juga dinobatkan sebagai sebagai destinasi terbersih dunia," kata Dewi.