Jumat 27 Jun 2025 14:51 WIB

Dunia Gagal Kurangi Emisi, Bahan Bakar Fosil Tetap Jadi Andalan

Tahun 2024 juga tercatat sebagai tahun terpanas dalam sejarah.

Rep: Lintar Satria/ Red: Satria K Yudha
Bahan bakar fosil (ilustrasi).
Foto: www.pixabay.com
Bahan bakar fosil (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON — Emisi karbon dioksida dari sektor energi kembali mencetak rekor tertinggi tahun lalu, menandai rekor keempat secara berturut-turut. Tinjauan statistik tahunan Energy Institute yang dirilis Kamis (26/6/2025), menunjukkan bahwa meskipun energi terbarukan tumbuh pesat, sebagian besar negara masih mengandalkan bahan bakar fosil.

Laporan yang disusun bersama KPMG dan Kearney ini menggarisbawahi tantangan besar dalam transisi energi global, terutama di tengah konflik geopolitik yang masih berlangsung di Ukraina dan Timur Tengah. Perang di Ukraina mendorong negara-negara Barat menghentikan pasokan energi dari Rusia, sementara konflik di Timur Tengah menimbulkan kekhawatiran terhadap pasokan global.

Baca Juga

“Tahun lalu merupakan titik balik lain bagi energi global, didorong lonjakan gejolak geopolitik,” ujar Romain Debarre, konsultan Kearney yang turut menyusun laporan tersebut.

Tahun 2024 juga tercatat sebagai tahun terpanas dalam sejarah. Untuk pertama kalinya, suhu rata-rata global melampaui ambang batas 1,5 derajat Celsius dibandingkan masa pra-industri.

Secara keseluruhan, pasokan energi dunia dari berbagai sumber meningkat dua persen dibanding tahun sebelumnya. Kenaikan ini mencakup pasokan dari minyak, gas, batu bara, nuklir, hidro, dan energi terbarukan. Lonjakan seperti ini terakhir kali terjadi pada 2006.

Kenaikan konsumsi energi global turut mendorong emisi karbon dari sektor energi naik satu persen, mencapai 40,8 gigaton karbon dioksida ekuivalen. Angka ini melampaui rekor yang dicatatkan pada tahun sebelumnya.

Dari seluruh jenis bahan bakar fosil, gas alam mencatat pertumbuhan tertinggi dalam pembangkitan listrik, naik 2,5 persen. Batu bara juga naik 1,2 persen dan tetap menjadi sumber utama energi listrik global. Konsumsi minyak meningkat di bawah satu persen.

Sementara itu, energi terbarukan tumbuh signifikan sebesar 16 persen, dengan laju pertumbuhan sembilan kali lebih tinggi dibanding peningkatan total permintaan energi dunia.

Namun, menurut para analis Energy Institute, pertumbuhan energi terbarukan saat ini masih belum cukup untuk memenuhi target global. Dunia dinilai belum berada di jalur untuk melipatgandakan kapasitas energi terbarukan pada 2030, sebagaimana disepakati dalam Pertemuan Perubahan Iklim PBB (COP28) di Dubai pada 2023 lalu.

“COP28 menetapkan visi ambisius untuk meningkatkan kapasitas energi terbarukan tiga kali lipat pada 2030, namun realisasinya belum merata. Meski pertumbuhannya cepat, lajunya masih belum mencukupi,” kata Wafa Jafri, konsultan energi dari KPMG.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement