REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat pada 2023, porsi pemanfaatan gas bumi untuk kebutuhan domestik lebih besar dibandingkan untuk ekspor, dengan persentase mencapai 68,2 persen. Hal itu terjadi seiring dengan kebutuhan domestik akan gas bumi yang terus meningkat dari tahun ke tahun.
"Gas ini sendiri untuk kebutuhan domestik makin lama makin besar dan tren ekspor juga makin menurun dari tahun ke tahun," kata Menteri ESDM Arifin Tasrif saat konferensi pers "Capaian Sektor ESDM Tahun 2023 dan Program Kerja Tahun 2024" di Gedung Kementerian ESDM, Jakarta, Senin (15/1/2024).
Selama 2023, realisasi penyaluran gas bumi untuk domestik sebesar 3.745 British thermal unit per day (BBTUD).
"Sementara untuk ekspor, porsi gas bumi sebesar 1.749 BBTUD," ungkap Arifin.
Lebih lanjut, ia merinci pemanfaatan gas untuk domestik paling besar ialah pada sektor industri, yang mencapai 1.515,8 BBTUD atau sekitar 40,5 persen dari porsi pemanfaatan gas bumi untuk domestik. Diikuti dengan pemanfaatan gas bumi untuk pupuk sebesar 692,43 BBTUD atau sekitar 18,4 persen.
"Sementara pemanfaatan gas bumi untuk kelistrikan sebesar 683,49 BBTUD, LNG domestik sebesar 524,62 BBTUD, LPG domestik 77,69 BBTUD, city gas 16,14, dan BBG sebesar 5,86 BBTUD," katanya.
Adapun, pemanfaatan gas bumi untuk domestik tersebut meningkat apabila dibandingkan pada 2022, di mana pada tahun tersebut pemanfaatan gas bumi sebesar 3.683 BBTUD dan ekspor sebesar 1.791 BBTUD.
Sementara pada 2021, porsi gas bumi untuk domestik sebesar 3.688 BBTUD dan ekspor gas bumi mencapai 2.047 BBTUD. Arifin menjelaskan, meningkatnya kebutuhan domestik dan menurunnya ekspor gas merupakan salah satu langkah dalam mendukung fase transisi energi di Indonesia.
"Kami mengantisipasi makin besarnya volume gas ke depan karena kami akan memanfaatkan gas semaksimal mungkin untuk mendukung transisi energi kita," ujar Arifin.
Kementerian ESDM juga menyatakan bahwa prioritas gas domestik adalah menyambungkan Aceh sampai Jawa. Adapun urgensinya, yaitu menjadi kunci integrasi pipa gas sepanjang Sumatra, dan integrasi Sumatra-Jawa serta menyalurkan potensi gas bumi dari Wilayah Kerja (WK) Agung dan WK Andaman Aceh untuk dimanfaatkan di Jawa dan Sumatra.
Saat ini, Kementerian ESDM juga telah merencanakan pembangunan pipa transisi gas bumi Cirebon-Semarang (Cisem) sepanjang 320 kilometer (km). Untuk fase I Semarang-Batang (62 km) dengan nilai investasi senilai Rp1,04 triliun telah selesai. Sedangkan, fase II Batang-Cirebon-Kandang Haur (240 km) direncanakan dibangun pada 2024-2026 dengan kebutuhan investasi sekitar Rp3 triliun.
Selanjutnya, rencana pembangunan pipa transmisi gas bumi Dumai-Sei Mangke (sekitar 400 km) dengan kebutuhan investasi sekitar Rp8 triliun.