Selasa 16 Jan 2024 14:54 WIB

Rekor Pertumbuhan Energi Terbarukan di 2023 Dinilai tidak Cukup Cepat

Capaian energi terbarukan dinilai masih jauh dari yang dibutuhkan capai net zero.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Nora Azizah
Capaian energi terbarukan dinilai masih jauh dari yang dibutuhkan untuk mencapai net-zero pada pertengahan abad ini dan membatasi perubahan iklim.
Foto: VOA
Capaian energi terbarukan dinilai masih jauh dari yang dibutuhkan untuk mencapai net-zero pada pertengahan abad ini dan membatasi perubahan iklim.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tahun 2023 mencatatkan rekor ekspansi energi terbarukan dengan hampir 50 persen lebih banyak pembangunan pembangkit listrik tenaga surya, angin, dan sumber energi bersih lainnya dibandingkan tahun 2022, demikian menurut laporan dari Badan Energi Internasional (IEA). Namun capaian ini dinilai masih jauh dari yang dibutuhkan untuk mencapai net-zero pada pertengahan abad ini dan membatasi perubahan iklim.

"Ketika saya melihat angka-angkanya, ini jelas memberikan efek yang wow. Ekspansi energi terbarukan pada tahun 2023 mencapai lebih dari 500 gigawatt,” ujar direktur eksekutif IEA Fatih Birol seperti dilansir New Scientist, Selasa (15/1/2024).

Baca Juga

Di bawah kebijakan-kebijakan yang ada, IEA memproyeksikan bahwa energi terbarukan akan mengambil alih batu bara untuk menjadi bagian terbesar dari listrik dunia pada tahun 2025. Pada akhir dekade ini, IEA memperkirakan bahwa kapasitas energi terbarukan akan meningkat 2,5 kali lipat. "Ini adalah berita yang sangat bagus," kata Birol.

Angka tersebut merupakan peningkatan substansial dari proyeksi yang dibuat menjelang konferensi iklim COP28 yang diadakan di Dubai pada Desember 2023. Sebagai contoh, sebuah laporan dari lembaga thinktank energi Inggris, Ember, yang diterbitkan pada bulan November tahun lalu menemukan bahwa dunia berada di jalur yang tepat untuk melipatgandakan kapasitas energi terbarukan pada akhir dekade ini.

Sementara itu, Dave Jones dari Ember, menyatakan bahwa perbedaan ini sebagian besar bukan disebabkan oleh perubahan kebijakan atau pengumuman proyek baru dalam beberapa bulan terakhir, tetapi karena data terbaru mengenai peluncuran tenaga surya dan tenaga angin yang luar biasa di Tiongkok. Laporan IEA menemukan bahwa Cina memiliki lebih banyak energi surya yang mulai beroperasi pada tahun 2023 dibandingkan dengan seluruh dunia pada tahun 2022.

"Cina adalah pendorong utama pertumbuhan spektakuler yang akan terjadi di tahun 2023," ujar Birol. Ia juga menunjuk pada rekor penambahan kapasitas energi terbarukan di Amerika Serikat, Eropa, Brazil dan India sebagai pendorong utama lompatan tersebut.

Meskipun begitu, proyeksi IEA masih membuat dunia tertinggal dari targetnya untuk melipatgandakan kapasitas energi terbarukan pada tahun 2030, salah satu hasil utama yang disepakati di COP28.

"Memang belum sampai, namun tidak jauh dari target tersebut," ujar Birol, seraya menambahkan bahwa IEA berencana untuk memantau apa yang terjadi di dunia terkait dengan target COP28 mengenai energi bersih dan metana.

Menurut laporan IEA, guna mengatasi kesenjangan energi terbarukan tersebut, dibutuhkan intervensi yang berbeda di berbagai belahan dunia. Di negara-negara berpenghasilan tinggi, hal ini akan melibatkan perbaikan jaringan listrik dan pemberian izin yang lebih cepat untuk proyek-proyek energi yang tertunda. Negara-negara berpenghasilan rendah membutuhkan akses yang lebih baik terhadap pembiayaan untuk proyek-proyek energi bersih.

"Kita berbicara tentang transisi dari bahan bakar fosil, tetapi ada begitu banyak negara di Afrika yang masih berhutang budi," ujar Amos Wemanya dari Power Shift Africa, sebuah lembaga thinktank energi di Kenya. Ia menambahkan bahwa Afrika hanya menerima sebagian kecil dari investasi energi bersih yang mengalir ke negara-negara kaya.

Jika target COP28 untuk meningkatkan energi terbarukan hingga tiga kali lipat dan meningkatkan efisiensi energi hingga dua kali lipat terpenuhi pada akhir dekade ini, Jones mengatakan bahwa hal tersebut dapat mengurangi emisi gas rumah kaca global hingga lebih dari sepertiganya dan mulai menggantikan bahan bakar fosil.

"Tahun 2024 akan menjadi tahun di mana energi terbarukan berubah dari gangguan bagi industri bahan bakar fosil, menjadi ancaman yang nyata," kata Jones.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement