Selasa 21 Oct 2025 15:36 WIB

Wakil Ketua MPR: Dunia Sudah Masuk Era Krisis Iklim

Eddy mendorong pemanfaatan instrumen wakaf untuk pembiayaan aksi iklim.

Wakil Ketua MPR Eddy Soeparno menyampaikan paparan bersama Masyarakat Peduli Ciliwung dan Lingkungan Hidup (Mat Peci) Usman Firdaus (kiri) dan Founder Indonesia Water Warriors (IWW) Neil Andika (kanan) saat menjadi narasumber dalam  ESGnow Movement: Climate Talk di kawasan Sarinah, Jakarta, Ahad (28/9/2025). ESGnow Movement: Climate Talk tersebut mengakat tema Urat Nadi Kehidupan : Sungai Untuk Lingkungan Pagan dan Energi.
Foto: Republika/Prayogi
Wakil Ketua MPR Eddy Soeparno menyampaikan paparan bersama Masyarakat Peduli Ciliwung dan Lingkungan Hidup (Mat Peci) Usman Firdaus (kiri) dan Founder Indonesia Water Warriors (IWW) Neil Andika (kanan) saat menjadi narasumber dalam ESGnow Movement: Climate Talk di kawasan Sarinah, Jakarta, Ahad (28/9/2025). ESGnow Movement: Climate Talk tersebut mengakat tema Urat Nadi Kehidupan : Sungai Untuk Lingkungan Pagan dan Energi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Wakil Ketua MPR RI Eddy Soeparno mengingatkan bahwa dunia kini telah memasuki era krisis iklim, bukan sekadar perubahan iklim seperti yang selama ini disebutkan. Peningkatan polusi udara, tumpukan sampah penghasil gas metana, hingga anomali cuaca ekstrem adalah sinyal nyata bahwa bumi sedang berada dalam kondisi darurat.

“Inilah bagian dari perubahan iklim yang kita rasakan sehari-hari. Saya sesungguhnya sudah tidak mau menyebutnya perubahan iklim, tetapi krisis iklim, karena saat ini kita sudah masuk di era krisis, satu tahap sebelum era bencana iklim,” ujarnya dalam diskusi bertajuk "From Endowment to Environment: Empowering Waqf for Climate Action and Resilience" di Jakarta, Selasa (21/10/2025).

Baca Juga

Eddy menegaskan bahwa pemerintah telah melakukan berbagai inisiatif untuk merespons situasi tersebut, terutama melalui percepatan transisi dari energi fosil menuju energi baru terbarukan (EBT). Indonesia memiliki potensi besar dari energi matahari, angin, arus laut, panas bumi, hingga geotermal yang dapat dikembangkan menjadi sumber energi bersih.

“Transisi energi yang kita lakukan besar sekali kebutuhannya, besar sekali komitmennya, dan besar sekali juga pendanaan yang akan kita cari,” ujarnya.

Ia menekankan pentingnya pengelolaan sumber pendanaan secara optimal, baik dari keuangan konvensional maupun berbasis syariah. Menurutnya, seluruh potensi pembiayaan harus dimobilisasi untuk mendukung proses transisi energi yang tidak hanya dilakukan Indonesia, tetapi juga negara-negara lain di kawasan.

Dalam kesempatan tersebut, Eddy juga mendorong pemanfaatan instrumen wakaf untuk pembiayaan aksi iklim. Aset-aset wakaf seperti tanah dapat digunakan untuk pembangunan proyek energi hijau atau pelestarian lingkungan. “Saya menyambut gembira adanya inisiatif wakaf hijau yang bermanfaat bagi penyelamatan bumi,” katanya.

Ia menutup dengan ajakan kepada seluruh pihak untuk berperan aktif dalam penanganan krisis iklim. “Bumi sudah sakit dan membutuhkan penyelamatan. Mari kita ikut menyelamatkan bumi dan seisinya karena kerusakan hidup bumi, menurut Surah Al-A’raf, adalah hasil karya manusia,” tegasnya.

Laporan Badan Energi Terbarukan Internasional (IRENA) menunjukkan bahwa ASEAN membutuhkan pembiayaan sekitar 29,4 triliun dolar AS untuk mencapai 100 persen energi terbarukan pada 2050, menandakan skala tantangan yang harus dihadapi bersama.

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement