REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Wakil Ketua MPR RI Eddy Soeparno mengingatkan bahwa dunia kini telah memasuki era krisis iklim, bukan sekadar perubahan iklim seperti yang selama ini disebutkan. Peningkatan polusi udara, tumpukan sampah penghasil gas metana, hingga anomali cuaca ekstrem adalah sinyal nyata bahwa bumi sedang berada dalam kondisi darurat.
“Inilah bagian dari perubahan iklim yang kita rasakan sehari-hari. Saya sesungguhnya sudah tidak mau menyebutnya perubahan iklim, tetapi krisis iklim, karena saat ini kita sudah masuk di era krisis, satu tahap sebelum era bencana iklim,” ujarnya dalam diskusi bertajuk "From Endowment to Environment: Empowering Waqf for Climate Action and Resilience" di Jakarta, Selasa (21/10/2025).
Eddy menegaskan bahwa pemerintah telah melakukan berbagai inisiatif untuk merespons situasi tersebut, terutama melalui percepatan transisi dari energi fosil menuju energi baru terbarukan (EBT). Indonesia memiliki potensi besar dari energi matahari, angin, arus laut, panas bumi, hingga geotermal yang dapat dikembangkan menjadi sumber energi bersih.
“Transisi energi yang kita lakukan besar sekali kebutuhannya, besar sekali komitmennya, dan besar sekali juga pendanaan yang akan kita cari,” ujarnya.
Ia menekankan pentingnya pengelolaan sumber pendanaan secara optimal, baik dari keuangan konvensional maupun berbasis syariah. Menurutnya, seluruh potensi pembiayaan harus dimobilisasi untuk mendukung proses transisi energi yang tidak hanya dilakukan Indonesia, tetapi juga negara-negara lain di kawasan.
Dalam kesempatan tersebut, Eddy juga mendorong pemanfaatan instrumen wakaf untuk pembiayaan aksi iklim. Aset-aset wakaf seperti tanah dapat digunakan untuk pembangunan proyek energi hijau atau pelestarian lingkungan. “Saya menyambut gembira adanya inisiatif wakaf hijau yang bermanfaat bagi penyelamatan bumi,” katanya.
Ia menutup dengan ajakan kepada seluruh pihak untuk berperan aktif dalam penanganan krisis iklim. “Bumi sudah sakit dan membutuhkan penyelamatan. Mari kita ikut menyelamatkan bumi dan seisinya karena kerusakan hidup bumi, menurut Surah Al-A’raf, adalah hasil karya manusia,” tegasnya.
Laporan Badan Energi Terbarukan Internasional (IRENA) menunjukkan bahwa ASEAN membutuhkan pembiayaan sekitar 29,4 triliun dolar AS untuk mencapai 100 persen energi terbarukan pada 2050, menandakan skala tantangan yang harus dihadapi bersama.