Senin 29 Jan 2024 20:16 WIB

Tanpa Kontrol Iklim yang Ketat, Kematian Terkait Ozon Diproyeksikan Meningkat

Kualitas udara yang buruk adalah risiko lingkungan terbesar bagi kesehatan manusia.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Friska Yolandha
Kematian akibat ozon akan meningkat secara signifikan di berbagai belahan dunia dalam dua dekade ke depan, kecuali jika peraturan iklim dan kualitas udara yang ada saat ini diperkuat.
Foto: www.telegraph.co.uk
Kematian akibat ozon akan meningkat secara signifikan di berbagai belahan dunia dalam dua dekade ke depan, kecuali jika peraturan iklim dan kualitas udara yang ada saat ini diperkuat.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kematian akibat ozon akan meningkat secara signifikan di berbagai belahan dunia dalam dua dekade ke depan, kecuali jika peraturan iklim dan kualitas udara yang ada saat ini diperkuat. Hal ini merujuk pada penelitian internasional yang dipimpin para ilmuwan di Yale School of Public Health.

Dipublikasikan dalam jurnal One Earth, temuan ini didasarkan pada pemeriksaan terhadap paparan jangka pendek terhadap ozon di permukaan tanah dan kematian harian di 406 kota di 20 negara dan wilayah. Sejauh ini, penelitian ini diyakini sebagai investigasi geografis terbesar dan paling komprehensif tentang masalah ini.

Baca Juga

Kualitas udara yang buruk adalah risiko lingkungan terbesar bagi kesehatan manusia. Ozon di permukaan tanah atau ozon troposfer, gas yang sangat reaktif dan merupakan komponen utama kabut asap, membuat sulit bernapas. Hal ini telah dikaitkan dengan masalah pernapasan dan penyakit kardiovaskular dan dapat menyebabkan penyakit dan kematian dini.

Dalam melakukan penelitian, para peneliti mengumpulkan data epidemiologi dari kota-kota di Amerika Utara, Eropa, Asia, Australia, dan Afrika. Mereka kemudian menggunakan proyeksi model iklim CMIP6 yang canggih untuk menghitung kematian terkait ozon di masa depan dalam empat skenario iklim dan kualitas udara yang berbeda.

Studi ini menemukan bahwa kematian akibat ozon akan meningkat 45 hingga 6.200 orang per tahun di kota-kota tersebut antara tahun 2010-2014 dan 2050-2054. Proyeksi ini bervariasi berdasarkan dampak dari berbagai skenario iklim dan peraturan serta faktor spesifik wilayah untuk kota-kota yang berbeda seperti iklim lokal, jumlah penduduk, tingkat kematian, dan emisi polutan.

Dalam skenario di mana kontrol iklim dan kualitas udara yang kuat diterapkan, kematian terkait ozon diproyeksikan meningkat 0,7 persen antara tahun 2010-2014 dan 2050-2054, demikian ungkap studi tersebut. Adapun dalam skenario dengan kebijakan iklim yang lemah tetapi peraturan kualitas udara yang kuat, kematian terkait ozon akan meningkat 56 persen. Terakhir, dalam skenario dengan kontrol iklim dan polusi udara yang lemah, peningkatannya mencapai 94 persen.

Ada satu temuan yang menonjol. Ketika menentukan fraksi kematian -yang merupakan jumlah kematian akut akibat ozon dibagi dengan jumlah total kematian- semua skenario menunjukkan peningkatan kematian akibat ozon (0,17 hingga 0,22 persen) kecuali satu skenario. Satu skenario yang memproyeksikan penurunan fraksi kematian terkait ozon (0,17 persen menjadi 0,15 persen) mengadopsi kontrol iklim dan kualitas udara yang ketat yang konsisten dengan Perjanjian Iklim Paris internasional.

"Makalah ini merupakan bukti lebih lanjut tentang manfaat kesehatan yang dapat dicapai jika lebih banyak negara mematuhi tujuan Perjanjian Iklim Paris," kata Kai Chen, penulis senior studi dan asisten profesor di Yale School of Public Health.

Menurut Chen, dari keempat skenario iklim yang dipelajari, hanya skenario yang sesuai dengan Perjanjian Paris yang akan mengalami penurunan angka kematian terkait ozon di masa depan.

“Kontrol iklim dan kualitas udara yang lebih ketat sangat dibutuhkan, karena paparan manusia terhadap ozon di permukaan tanah diperkirakan akan meningkat di tahun-tahun mendatang akibat pemanasan global, pertumbuhan populasi, dan peningkatan emisi polutan,” tegas Chen seperti dilansir Phys, Senin (29/1/2024).

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement