Rabu 28 Feb 2024 17:02 WIB

Jakarta Berhasil Turunkan Penggunaan Air Tanah di Kawasan Gedung Tinggi

Rata-rata penggunaan air tanah di kawasan gedung tinggi hampir mencapai nol.

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta berhasil menurunkan penggunaan air tanah (ilustrasi)
Foto: Edi Yusuf/Republika
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta berhasil menurunkan penggunaan air tanah (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah Provinsi DKI Jakarta berhasil menurunkan penggunaan air tanah yang kondisinya saat ini sudah darurat (emergency) pada gedung-gedung dengan ketinggian di atas delapan lantai.

"Sejauh ini rata-rata air tanah kalau lihat catatan meter kita sudah hampir zero. Mereka kadang-kadang masih memakai, seharusnya kami tutup saja melihat kondisinya sudah emergency," kata Ketua Subkelompok Perencanaan Bidang Geologi, Konservasi Air Baku dan Penyediaan Air Bersih Dinas Sumber Daya Air DKI Jakarta Elisabeth Tarigan di Jakarta, Rabu (28/2/2024). 

Baca Juga

Larangan penggunaan air tanah itu berlaku mulai 1 Agustus 2023 yang tertuang dalam Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 93 Tahun 2021 tentang Sasaran, Pengendalian. Pengambilan, serta Pemanfaatan Air Tanah. Namun, Elisabeth menyebut masih ada sejumlah bangunan di Jakarta yang memakai air tanah Pemprov DKI Jakarta  terus mengevaluasi dan menyosialisasikan larangan penggunaan air tanah di gedung tinggi. 

Elisabeth memaparkan saat ini total 496 bangunan telah memenuhi kriteria karena sudah menggunakan air perpipaan. Perinciannya ialah 156 bangunan di Jakarta Selatan, 134 bangunan di Jakarta Utara, 166 bangunan di Jakarta Pusat, dan 40 bangunan di Jakarta Timur. Lalu, dari 496 bangunan, sebanyak 396 bangunan telah menggunakan air perpipaan, sementara 5 bangunan masih menyedot air tanah dan 70 bangunan menggunakan air perpipaan dan air tanah secara bersamaan.

Sementara, sisanya masih ada yang menggunakan truk tangki serta belum memberikan perkembangannya sampai saat ini. Secara keseluruhan, Elisabeth menilai animo pemilik gedung terhadap larangan tersebut cukup baik. Selain itu, Dinas Sumber Daya Air DKI juga menemui sejumlah kendala saat hendak menindak pelanggar.

"Ada satu kendala dalam menerapkan peraturan gubernur tersebut, ketika perizinan menjadi wewenang pemerintah pusat maka otomatis pengendalian dan pengawasan ditarik pemerintah pusat itu jadi sedikit jadi hambatan di kita," jelas Elisabeth.

Selain itu, hambatan lainnya antara lain pemilik atau pengelola bangunan atau gedung yang masih menggunakan air tanah sebagai cadangan, kemudian keterbatasan pemilik bangunan atau gedung dalam membangun penampungan air bersih dari sumber alternatif kapasitas minimal dua hari kebutuhan air bersih. Sebelumnya, Dinas Sumber Daya Air (SDA) DKI Jakarta optimistis dapat memberikan layanan perpipaan air bersih bahkan standar air minum 100 persen pada 2030.

"Ke depannya Jakarta harus meningkatkan ketahanan air bahwa kita ingin di Jakarta sendiri tidak sepenuhnya selalu bergantung terhadap air dari luar Jakarta, melainkan air dari sumber Jakarta," kata Elisabeth.

sumber : ANTARA
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement