Senin 01 Apr 2024 04:48 WIB

Sumber Daya Langka, Petani Kurma Irak Beralih Tanam Pohon Bidara

Pohon bidara disebut lebih sedikit membutuhkan air selama kekeringan.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Nora Azizah
Petani merawat pohon kurma di perkebunan (ilustrasi)
Foto: ANTARA/Irwansyah Putra
Petani merawat pohon kurma di perkebunan (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dihadapkan pada kegagalan bisnis kurma karena kelangkaan sumber daya, petani Irak Ismail Ibrahim telah menanam pohon sidr atau bidara, yang membutuhkan lebih sedikit air selama krisis irigasi.

Irak merupakan termasuk "Bulan Sabit Subur" yakni sebuah kawasan berbentuk bulan sabit yang memiliki tanah subur dan telah ditanami selama ribuan tahun.

Baca Juga

Namun lanskap tersebut kini telah hancur akibat pembendungan hulu dua sungai utama, Tigris dan Eufrat. Lalu tren curah hujan yang lebih rendah, serta konflik bersenjata selama beberapa dekade. Masalah-masalah ini membuat petani seperti Ibrahim menghadapi hilangnya mata pencaharian mereka.

Saat Ibrahim mengolah tanah, ia menjelaskan bahwa pohon sidr hanya mengonsumsi sedikit air dan dapat mengandalkan air tanah yang asin. Sidr berbuah sejak tahun kedua, sementara pohon palem kurma membutuhkan waktu setidaknya lima tahun.

"Saya beralih ke sidr karena saya melihat keuntungan finansial yang lebih baik daripada pohon palem. Bahkan jika Anda memberinya air asin, buahnya akan sama, bahkan mungkin lebih baik,” kata Ibrahim seperti dilansir Reuters, Senin (1/4/2024).

“Pohon palem tidak tahan lama. Dan jika Anda menyirami pohon palem dengan air asin terus-menerus, rasanya tidak akan manis, dan tidak akan tumbuh banyak, bahkan mungkin mati," tambah dia.

Irak telah berusaha untuk keluar dari konflik selama bertahun-tahun, mulai dari invasi mantan Presiden Saddam Hussein ke Kuwait pada tahun 1990 hingga invasi pimpinan AS pada tahun 2003 yang menggulingkannya. Lalu kekerasan yang ditimbulkan oleh militan Negara Islam yang mengambil alih sebagian besar wilayah Irak dan menghancurkan ekonominya.

Bagi para petani, kekurangan air adalah pukulan terbaru bagi bisnis mereka. Setelah bertahun-tahun berinvestasi di perkebunan palemnya, Abbas Ali harus menerima kenyataan pahit bahwa hasil panennya menjadi korban dari tingginya kadar garam di dalam air.

"Rusaknya pohon palem, dan kontaminasi tanah secara umum, menyebabkan sebagian besar petani meninggalkan budidaya kelapa sawit karena tingginya persentase garam. Persentase garam yang tinggi dapat terus menerus mencemari tanah, tidak dapat dibuang dengan mudah karena jika air laut pasang, Anda tidak dapat membuangnya dalam sekejap,” kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement