Selasa 16 Jul 2024 16:00 WIB

Presiden Afrika Selatan: Pajak Karbon Rugikan Negara Berkembang

Menteri energi Afrika Selatan yang baru berjanji mempercepat transisi energi.

Rep: Lintar Satria / Red: Satria K Yudha
Presiden Afrika Selatan Cyril Ramaphosa.
Foto: EPA-EFE/KIM LUDBROOK
Presiden Afrika Selatan Cyril Ramaphosa.

REPUBLIKA.CO.ID, PRETORIA -- Presiden Afrika Selatan Cyril Ramaphosa memperingatkan negara-negara berkembang bahwa pajak karbon yang diusulkan negara-negara kaya akan merugikan perekonomian di masa mendatang. Oleh karena itu, negara-negara, termasuk Afrika Selatan, harus secepatnya beralih dari bahan bakar fosil ke bahan bakar hijau.

Saat berpidato dalam pertemuan perubahan iklim National Treasury (Kementerian Keuangan) dan Bank Dunia di Pretoria, Ramaphosa mengakui negaranya saat ini masih sangat mengandalkan batu bara untuk menghasilkan listrik.

Baca Juga

"Selama puluhan tahun kami mengandalkan batu bara, mengizinkan kami menghasilkan listrik dengan murah. Tapi dunia berubah dan ketergantungan kami menimbulkan risiko signifikan," katanya, Senin (15/7/2024).

Menurut dia, pajak karbon yang diusulkan blok perdagangan seperti Uni Eropa akan merugikan ekonomi Afrika Selatan. "Instrumen seperti Mekanisme Penyesuaian Pembatasan Karbon Uni Eropa berpotensi menimbulkan kerugian besar pada perekonomian berkembang," katanya.

Data lembaga think tank Ember menunjukkan Afrika Selatan merupakan negara perekonomian besar dengan karbon paling intensif pada tahun 2022. Negara itu menghasilkan 709 gram karbon dioksida per kilowatt per jam.

Badan pemantau karbon Climate Transparency menempatkan Afrika Selatan berada di peringkat 15 penghasil emisi terbesar di duni, di bawah Turki, Italia, Prancis dan Inggris.

Ramaphosa menyoroti dampak badai di sekitar Kota Cape Town pekan lalu yang memaksa pelabuhan ditutup dan mengakibatkan kerusakan parah pada rumah-rumah, komunitas, bisnis dan infrastruktur sebagai dampak negatif perubahan iklim.  

"Negara-negara Selatan yang paling terdampak perubahan iklim, meski yang paling kecil kontribusinya pada emisi global dalam sejarah," katanya.

Pekan lalu, Menteri Energi Afrika Selatan yang baru berjanji mempercepat transisi menuju energi terbarukan. Ia mengubah retorika dari pendahulunya yang membela bisnis batu bara. Akan tetapi, belum diketahui bagaimana upaya percepatan transisi itu dilakukan.

Afrika Selatan memiliki sumber daya tenaga surya dan angin yang berlimpah. Tapi birokrasi yang panjang yang memperlambat proses perizinan dan ketidakpastian kebijakan menahan investor. Tahun lalu pemerintah Afrika Selatan menunda penghentian operasi delapan pembangkit listrik tenaga batu bara hingga tahun 2030 dengan alasan ketahanan energi. 

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement